REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) telah membuat skema dalam menentukan harga barang terhadap fluktuasi Bahan Bakar Minyak (BBM). Skema tersebut dapat dijalankan seiring dengan dukungan utama dari sektor transportasi.
Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman telah mengusulkan kepada pemerintah untuk memfasilitasi pembahasan skema fluktuasi harga BBM terhadap harga barang kebutuhan pokok. Menurutnya, masalah utama saat ini yakni pada saat harga BBM naik, transportasi juga langsung mengalami kenaikan.
Akan tetapi ketika harga BBM turun, transportasi cenderung tidak turun. Adhi mengakui bahwa, di dalam negeri industri makanan dan minuman tidak bisa berdiri sendiri karena sangat bergantung dari logistik.
"Saya usulkan skemanya setiap kenaikan atau penurunan BBM, berpengaruh terhadap ongkos logistik dan distribusi," ujar Adhi di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurut Adhi skema tersebut harus segera dibuat agar setiap terjadi kenaikan atau penurunan BBM, tidak selalu meributkan harga barang. Selain itu, dengan adanya kepastian harga akan memudahkan bagi pelaku industri makanan dan minuman.
Adhi menjelaskan, dengan mengikuti skema tersebut otomatis harga barang kebutuhan pokok akan mengikuti harga distribusi. Dengan demikian, industri makanan dan minuman akan berjalan stabil. Adhi juga sudah mengantisipasi, apabila terjadi kenaikan harga yang signifikan, biasanya pelaku industri akan memberikan insentif kepada toko dan supermarket sehingga harga bisa disesuaikan kepada konsumen.
"Kalau harga berubah-ubah kita berat sekali, karena harga nego dengan supermatket memakan waktu satu bulan," kata Adhi.
Pelaku industri makanan dan minuman mengharapkan harga barang tetap stabil dan disesuaikan dengan harga BBM. Adhi mengatakan, kontribusi biaya distribusi terhadap harga barang yakni sekitar enam persen. Dari kontribusi tersebut, nantinya dapat dihitung finalisasi harga barang di konsumen.