Ahad 15 Feb 2015 13:10 WIB

Kadin: Indonesia Dapat Tiru Swedia-Finlandia dalam Perikanan

 Seorang pedagang menyortir ikan yang dijual di sentra perikanan Pelabuhan Perikanan Muara Angke, Jakarta, Selasa (14/10).  (Antara/OJT/Michael Siahaan)
Seorang pedagang menyortir ikan yang dijual di sentra perikanan Pelabuhan Perikanan Muara Angke, Jakarta, Selasa (14/10). (Antara/OJT/Michael Siahaan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengelolaan sektor perikanan di Indonesia dapat meniru sistem yang diterapkan dua negara kawasan Skandinavia yaitu Swedia dan Finlandia, kedua negara yang dikenal tergantung pada hasil perikanan.

"Swedia dan Finlandia merupakan dua negara di Eropa yang mengandalkan ekonominya dari sektor perikanan," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Lingkungan Hidup Perubahan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan Shinta Widjaja Kamdani dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Ahad (15/2).

Menurut Shinta, kedua negara itu memahami sepenuhnya kelebihan potensi laut di daerah empat musim seperti Eropa sehingga merupakan rumah dari beberapa jenis ikan yang terkenal akan tingkat harganya yang relatif tinggi di dunia, salah satunya adalah ikan salmon.

Oleh karena itu, ujar dia, keduanya menyadari bahwa eksplorasi ikan yang tidak dapat diatur dapat mengakibatkan kepunahan terhadap beragam ikan yang ada di kawasan perairan negaranya sehingga mereka benar-benar menjaga populasi ikan di lautnya.

"Negara kita punya lebih banyak kekayaan laut, tapi bukan berarti kita akan terus merasakan kekayaan tersebut jika proses alamiah perkembangbiakan ikan tidak pernah kita perhitungkan dalam strategi pengembangan perikanan," katanya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim juga mengatakan bahwa pemerintah perlu meniru pemerintahan Swedia dalam mengelola dinamika sebelum melarang sepenuhnya alat tangkap perikanan yang dinilai merusak lingkungan

Swedia, menurut Abdul Halim, harus menyiapkan dari tahun 1980-an sampai benar-benar diberlakukan pelarangan alat tangkap perusak lingkungan pada tahun 2000-an.

Selain itu, ujar dia, Swedia juga berani dan mampu menerapkan hingga batasan kuota per nelayan, berbeda dengan Indonesia yang menerapkan batasan berdasarkan beragam hal seperti ukuran kapal.

Dia mengemukakan, masa transisi sekitar 6 bulan terhadap pelarangan sejumlah alat tangkap yang biasa dipakai nelayan di sejumlah daerah seperti trawl diperkirakan bakal cukup dilakukan untuk pengusaha skala besar, tetapi bakal sukar untuk seluruh nelayan skala kecil. "Untuk itu, KKP bersama-sama dengan dinas kelautan dan perikanan di daerah harus dilibatkan untuk memfasilitasi," kata Sekjen Kiara.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement