Kamis 12 Feb 2015 17:57 WIB

OJK: Jangan Paksa Bank untuk Merger

Rep: c87/ Red: Satya Festiani
Deputi Komisioner OJK Bidang Pengawasan Bank Irwan Lubis (kiri) dan Dirut BNI Gatot M. Suwondo menjadi pembicara dalam Seminar Konsolidasi Perbankan Menghadapi MEA 2020 di Jakarta, Selasa (26/8). (Republika/Prayogi)
Foto: Republika/Prayogi
Deputi Komisioner OJK Bidang Pengawasan Bank Irwan Lubis (kiri) dan Dirut BNI Gatot M. Suwondo menjadi pembicara dalam Seminar Konsolidasi Perbankan Menghadapi MEA 2020 di Jakarta, Selasa (26/8). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai persoalan konsolidasi dalam artian merger perbankan tidak perlu dipaksakan. Sebab, setiap bank sudah memiliki lisensi sehingga tidak perlu dipaksa merger.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Irwan Lubis, mengatakan konsolidasi perbankan harus dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah, undang-undang dan peraturan yang ada. Selain itu, juga harus menghargai kebijakan konsolidasi dilakukan tidak bersifat literasi.

Menurutnya, konsolidasi lebih diarahkan kepada bagaimana perbankan melakukan pengembangan dan strategi bisnis untuk aliansi atau sinergi. OJK mendorong merger diarahkan pada aspek pertimbangan bisnis. Melalui konsolidasi, akan semakin besar bank dan modalnya semakin besar. Sehingga, penetrasi pasar dan daya saing akan lebih baik.

"Jadi itu didorong, jadi istilahnya bukan dipaksa, nanti kita melanggar, dia kan sudah punya lisensi, enggak boleh dong, kan mereka sudah eksis sekarang," jelas Irwan di kantor OJK, Jakarta, Kamis (12/2).

 

Terkait kendala merger bank seperti adanya perampingan direksi, Irwan tidak mempersoalkan hal tersebut. Sebab, komposisi direksi sudah ada di anggaran dasar bank sesuai kategori bank BUKU I, II, III, dan IV. Size bank menjadi ukuran untuk menentukan komposisi direksi dan komisaris. Jika size-nya terbatas dan komposisinya terlalu besar akan memakan cost yang besar.

Menurutnya, komposisi direksi dan komisaris bank BUKU I dan BUKU II jumlah direksinya terbatas dibanding bank BUKU III dan BUKU IV. Sebab, bank BUKU IV kompleksitasnya lebih besar. Dia mencontohka, untuk urusan kredit, perusahaan akan membagi direktur korporasi dan direktur retail. Sedangkan bank BUKU I dan II biasanya hanya ada satu direktur kredit.

"Saya kira umumnya proporsional. Ya enggak masalah sih. Jadi ini biarkan saja komposisi itu bisa menjalankan governance bank," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement