Kamis 21 Jul 2022 10:05 WIB

Masih Belum Efisien, OJK akan Perkuat Konsolidasi Bank

Konsolidasi perbankan merupakan keharusan, baik level BPR maupun bank umum.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut, industri perbankan masih memerlukan konsolidasi bank skala kecil seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan bank umum. Hal ini mengingat pasar keuangan masih belum efisien di Tanah Air.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, konsolidasi perbankan merupakan keharusan, baik level BPR maupun bank umum. "Saya konsisten berupaya mengkonsolidasikan perbankan, salah satunya melalui peningkatan permodalan. Diharapkan ke depan sistem keuangan kita ke depan, khususnya perbankan, akan lebih efisien," ujarnya saat konferensi pers secara daring Rabu (20/7/2022) malam.

Baca Juga

Menurutnya, ketentuan terkait modal inti minimum Rp 3 triliun masih menjadi senjata dalam meningkatkan permodalan sekaligus mencapai efisiensi. Adapun upaya ini akan dilakukan secara terukur, sekaligus melihat situasi dan kondisi dari masing-masing bank.

"Kita akan melihat situasi masing-masing bank di lapangan. Di dalam pemikiran kita, ini akan diimplementasikan kepada Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan tentu kepada bank-bank dalam segala level. Ini yang nanti saya elaborasi secara mendalam," ucapnya.

“Pasar keuangan kita belum efisien, sehingga perlu upaya. Maka itu kita akan gunakan ketentuan terkait modal minimum Rp 3 triliun ke arah sana," ucapnya.

Dia menyatakan, sejauh ini OJK tetap konsisten dan akan melakukan upaya konsolidasi melalui peningkatan permodalan. Hal tersebut diharapkan membuat sistem keuangan Indonesia, khususnya perbankan menjadi lebih efisien.

OJK telah mengeluarkan aturan mengenai konsolidasi perbankan dan mensyaratkan bank umum untuk memenuhi modal inti minimal Rp 3 triliun pada 2022. Adapun, BPD diwajibkan memenuhi modal inti Rp 3 triliun sebelum 2024.

Sementara itu, kewajiban penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti minimum BPR tertuang dalam POJK Nomor 5/POJK.03/20215. Modal inti minimum BPR ditetapkan sebesar Rp 6 miliar wajib dipenuhi paling lambat 31 Desember 2024.

Dari sisi lain, Dian menegaskan akan meningkatkan kinerja perbankan dalam mendorong pemulihan dan pertumbuhan ekonomi pasca pandemi. Adapun upaya ini akan ditempuh melalui penguatan sistem pengawasan perbankan yang responsif terhadap tantangan, serta perubahan ekosistem keuangan domestik dan global.

Selanjutnya, perhatian terhadap individual bank akan menjadi prioritas, antara lain melalui penerapan early warning system dengan parameter yang lebih sensitif, sehingga dapat menghindari keterlambatan penanganan bank bermasalah.

“Penegakan integritas sistem perbankan juga akan menjadi perhatian utama sebagai bagian dari upaya meningkatkan kinerja dan pertumbuhan perbankan secara lebih sehat dan berkelanjutan,” ucapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement