Kamis 12 Feb 2015 15:55 WIB

APLSI: Permen ESDM Tidak Menarik untuk Investor

Menteri ESDM Sudirman Said (kanan), didampingi Gubernur Papua Lukas Enembe (kiri), bersama sejumlah deputa dan pejabat lainnya memberikan keterangan pers usai pertemuan di kantor ESDM, Jakarta, Jumat (6/2). (Republika/ Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Menteri ESDM Sudirman Said (kanan), didampingi Gubernur Papua Lukas Enembe (kiri), bersama sejumlah deputa dan pejabat lainnya memberikan keterangan pers usai pertemuan di kantor ESDM, Jakarta, Jumat (6/2). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) menilai skema pembelian tenaga listrik melalui penunjukan langsung dan penetapan harga patokan oleh PT PLN (Persero) yang diatur dalam Permen ESDM Nomor 3 Tahun 2015 tidak cukup menarik untuk mendorong investasi swasta.

"Permen ini hanya mempersingkat prosedur, tapi terkait sisi finansial masih belum menarik karena dengan harga yang ditetapkan investor hanya mendapat 12 persen IRR," ujar ketua APLSI, A. Santoso, seusai mengikuti acara "Sosialisasi Permen ESDM Nomor 3 Tahun 2015 dan Kepmen ESDM Nomor 0074 K/21/MEM/2015" di Jakarta, Kamis (12/2).

IRR atau "Internal Rate of Return" merupakan indikator tingkat efisiensi dari suatu investasi atau laju pengembalian minimum dari suatu investasi yang ditanam oleh investor.

Santoso menuturkan jumlah 12 persen IRR menjadi tidak menarik bagi para investor, karena umumnya modal mereka berasal dari bank komersial yang menetapkan bunga sebesar 10 persen dari nilai pinjaman. "Kalau dengan sistem tersebut kan selisih antara IRR dengan bunga hanya dua persen, angka dua persen sangat tidak menarik untuk investasi," tuturnya.

Karena itu ia mengusulkan agar pemerintah merevisi kembali Permen tersebut dengan meningkatkan tarif beli listrik, atau kalaupun tarif belinya tetap maka pemerintah harus menunjuk satu bank nasional dengan bunga pinjaman sekitar 6-7 persen, sehingga selisih antara IRR dengan "cost" masih cukup menarik untuk investor.

"Kalau tidak ada pembenahan kebijakan, saya khawatir yang akan masuk hanya investor asing, karena modal mereka berasal dari bank-bank asing yang bunganya hanya sekitar 5-7 persen," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement