Selasa 10 Feb 2015 02:44 WIB
Mobnas

Menteri Perindustrian Tegaskan tak Ada Wacana Program Mobil Nasional

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Karta Raharja Ucu
 Presiden Indonesia Joko Widodo, tengah, duduk di samping Chairman Proton Holdings Bhd. Mahathir Mohamad (kanan) dan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak jelang penandatanganan nota kesepahaman antara Proton and PT Adiperkasa Citra Lestari, di Shah Alam, M
Foto: AP
Presiden Indonesia Joko Widodo, tengah, duduk di samping Chairman Proton Holdings Bhd. Mahathir Mohamad (kanan) dan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak jelang penandatanganan nota kesepahaman antara Proton and PT Adiperkasa Citra Lestari, di Shah Alam, M

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan perusahaan otomotif asal Malaysia, Proton untuk berinvestasi. Kementerian Perindustrian menyatakan bahwa penandatanganan tersebut murni Business to Business (B to B) antara pihak swasta kedua negara.

Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, penandatanganan tersebut yakni untuk melakukan visibility study selama enam bulan ke depan. Selain itu, penandatanganan tersebut dilakukan murni dari sektor swasta ke swasta dan tidak melibatkan pemerintah, serta tidak menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Saleh membantah, penandatanganan tersebut tidak ada kaitannya dengan program mobil nasional. "Penandatanganan tersebut sama sekali tidak ada kaitannya untuk program mobil nasional. Dan spanduk itu yang membuat EO-nya, jangan tanyakan ke saya," ujar Saleh di Jakarta, Senin (9/2).

Ia menegaskan penandatanganan tersebut merupakan hal yang wajar, ketika seorang investor akan berinvestasi di suatu negara. Biasanya, kata dia, pelaku usaha yang akan melakukan join investasi memang harus membuat kajian visibility study, untuk melihat kelayakannya.

Jika dinilai layak, menurut Saleh maka kerja sama investasi bisa dilanjutkan. Akan tetapi, ketika tidak layak bisa saja investasinya tidak dilanjutkan.  

Saleh menjelaskan, apabila visibility study tersebut ternyata layak. Maka, kegiatan yang dilakukan seterusnya yakni mengajukan perizinan investasi ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Setelah itu investor menyiapkan berbagai fasilitas pendukung industri, dan meminta nomor identifikasi kendaraan bermotor ke Kementerian Perindustrian. "Tahapannya masih panjang, mereka juga belum melapor dan datang ke Kementerian Perindustrian," ujar Saleh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement