REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mendukung kebijakan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel untuk menutup keran impor pakaian bekas dari luar negeri. Pasalnya, kehigienisan baju bekas tersebut diragukan.
“Kita tidak tahu asalnya dari mana, siapa pemiliknya, sebelumnya dipakai oleh siapa?” kata Ketua Umum API Ade Sudrajat pada Kamis (5/2). Di samping itu, lanjut dia, sebagai bangsa, ia menilai harkat dan martabat Indonesia jatuh di mata internasional akibat praktik impor baju bekas.
Dari segi kesehatan perekonomian bagi industri kecil dan menengah (IKM) pun, Sudrajat menyebut terjadi kehilangan lapangan pekerjaan yang cukup besar di bidang industri tekstil dalam negeri. Dimana para penjahit kecil hanya tumbuh delapan persen, padahal seharusnya bisa tumbuh hingga 20 persen.
“Kalau satu IKM seharusnya bisa mempekerjakan paling sedikit 10 orang, bisa dibayangkan dari 5 ribu IKM, berapa pekerjaan yang hilang akibat barang itu masuk,” ujarnya.
Menurutnya, ini sama sekali tidak adil karena hanya memperkaya segelintir pedagang saja. ia menduga, barang-barang tersebut dikumpulkan secara gratis, dengan bantuan donasi sana sini, lalu dijual murah untuk produk impor. “Padahal negara kita tidak sedang darurat atau mengalami bencana,” katanya.
Makanya, ia menyarankan agar pakaian-pakaian bekas berstatus impor yang menumpuk di gudang segera dimusnahkan. Tidak dengan dibakar karena akan mencemarkan lingkungan, tapi dicacah menjadi perca, lantas diberikan pada pengusaha industri daur ulang.