REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Forum Indonesia untuk transparansi Anggaran (FITRA) mempertanyakan Penyertaan Modal Negara (PNM) sebesar Rp 72,9 triliun kepada 40 BUMN. Sekretaris Jendral FITRA Yenni Sucipto mengatakan pada RAPBNP 2015, alokasi PNM untuk pembangunan infrastruktur dan kamaritiman paling besar. Alokasi tertinggi diberikan kepada PR Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp 20,35 Triliun.
Menurut Yenny, penyertaan modal kepada SMI ini berpotensi menjadi bancakan para elit politik. Dia mengatakan alokasi untuk SMI ini merupakan pengalihan seluruh investasi yang seeblumnya dialokasikan kepda Pusat Investasi Pemerintah (PIP) termasuk yang disalurkan kepada PT PLN (Persero).
Menurut dia, PT SMI melalui anak usahanya PT Indonesia Infrastruktur Finance akan membiayai pula proyek infrastruktur yang akan dilakukan oleh swasta yang notabene berorientasi profit. “Uang rakyat ini akan digunakan untuk perusahaan swasta yang pengelolaan infrastrukturnya dilakukan secara komersial,” ujar Yenni, Rabu (28/1).
Selain itu, mepetnya waktu pembahasan RAPBNP di DPR ini bisa memperngaruhi kualitas perencanaan, dan evaluasi pembangunan infrastruktur. Di sisi lain, menurutnya belum ada kajian yang memadai mengenai kemampuan SMI dalam mengelola pembiayaan infrastruktur, padahal tambahan modal yang diberikan cukup besar.
Selain itu, FITRA juga mengkritisi rencana pendapatan negara sebesar Rp 24,6 triliun. Penurunan pendapatan ini sisebabkan oleh rencana diturunkannya penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 129,3 triliun yang disebabkan arena adanya penurunan harga minyak mentah, penurunan lifting minyak dan gas serta penurunnya deviden BUMN.
Menurut dia, asumsi penurunan lifting minyak semestinya tidak akan menurunkan PNBP sebesar itu. Deviden yang dikurangi juga dianggap tidak masuk akal lantaran selama ini sebagian laba BUMN relah ditahan. Berdasarkan catatan FITRA, hingga Desember 2013, laba ditahan BUMN telah mencapai Rp 509,8 triliun.