REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Keuangan sedang merevisi peraturan perpajakan demi menggenjot penerimaan negara. Salah satunya dengan mengenakan pajak penjualan barang mewah untuk rumah senilai Rp 2 miliar. Saat ini, rumah yang dikategorikan sebagai barang mewah adalah yang berharga lebih dari Rp 10 miliar.
Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo sangat mendukung rencana tersebut. "Sudah selayaknya kelompok berpenghasilan tinggi dikenai beban pajak yang lebih pada saat melakukan konsumsi," kata Yustinus, Ahad (25/1).
Yustinus mengatakan, peraturan tersebut tidak hanya akan memberikan rasa keadilan. Tetapi juga diyakini menjadi senjata efektif untuk menggenjot penerimaan negara.
Hanya saja, Yustinus berpesan supaya ada sebuah sistem supaya proses pembayaran pajak tersebut dapat berjalan dengan benar. Maklum, saat ini proses penarikan pajak penghasilan menggunakan self assesment system. Yakni wajib pajak diberikan tanggung jawab penuh untuk menghitung dan melaporkan sendiri beban pajak yang harus dibayarkan. Masalahnya, kesadaran masyarakat membayar pajak belum tinggi.
Contohnya, ujar Yustinus, pajak bisa dipungut oleh pengembang sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak) berdasarkan harga transaksi yang sebenarnya. "Bisa juga menggunakan validasi notaris sebagai kroscek," kata dia.