REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penurunan harga minyak dunia ditaksir akan kembali merangkak naik di harga 60 hingga 70 dolar per barel pada enam bulan ke depan. Karenanya, pemerintah indonesia harus mempersiapkan kemungkinan tersebut dengan menerapkan subsidi tetap untuk BBM.
"Kalau harga minyak dunia naik, maka harga BBM bersubsidi otomatis akan naik. Tapi rakyat harusnya membayar BBM dengan harga yang tetap rendah sesuai subsidi," kata pengamat minyak dan gas bumi Center for Petroleum and Energy Economics Studies, Kurtubi pada Rabu (7/1).
Penurunan harga minyak, kata dia, terjadi karena permintaan dunia tidak begitu tinggi. Lantaran, pertumbuhan ekonomi Cina yang rendah serta Eropa yang belum pulih ekonominya.
Karenanya, negara OPEC berencana mengurangi penyediaan minyak. Hal tersebut didukung desakan dari negara anggota OPEC seperti Rusia, Iran dan Venezuela yang menginginkan pengurangan produksi.
Terkait pencabutan subsidi unuk premium, lanjut dia, konsep pemerintah untuk menyesuaikan harganya dengan harga dunia sudah bagus. Bahkan ia memperkirakan harga jual premium saat ini di atas biaya pokok yang menyebabkan keuntungannya masuk kas negara atau masuk laba bersih minyak (LBM).
"Dulu pernah kita alami tahun 1986 pada saat harga minyak dunia anjlok, tapi harga BBM dalam negeri tidak diturunkan sehingga pemerintah memperoleh keuntungan dalam menjual BBM," tuturnya.
Untuk keuntungan tersebut, ia memperkirakan saat ini pemerintah mendapat untung satu persen.