Rabu 07 Jan 2015 19:25 WIB

Konsumen Khawatir Harga Barang Naik di Februari

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja menata produk bahan makanan pokok di salah satu pusat perbelanjaan, Jakarta, Senin (1/9). (Republika/Prayogi)
Foto: Republika/Prayogi
Pekerja menata produk bahan makanan pokok di salah satu pusat perbelanjaan, Jakarta, Senin (1/9). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Konsumen khawatir adanya tekanan harga selama bulan Februari. Berdasarkan indeks ekspektasi harga (IEH) pada Februari tercatat sebesar 163,8 atau meningkat 5,7 poin dibandingkan bulan sebelumnya. Survei ini dilakukan pada bulan November oleh Bank Indonesia.

Meningkatnya ekspektasi harga ini didorong oleh kenaikan harga barang dari distributor dan kekhawatiran adanya gangguan distribusi barang akibat faktor cuaca. Pertumbuhan penjualan riil pada Februari juga diperkirakan menurun 4,9 poin dibandingkan sebelumnya.

Ada ekspektasi menurunnya permintaan karena moderasi pertumbuhan ekonomi. Selain itu, potensi terganggunya distribusi barang akibat faktor cuaca juga mempengaruhi perkiraan pada Februari.

Ekonom INDEF Eko Listyanto mengatakan dampak cuaca, dibarengi dengan kenaikan harga elpiji memang berpotensi meningkatkan harga di tingkat konsumen pada bulan Februari. “Kenaikan TDL, elpiji masih terasa di Februari,” kata Eko, saat dihubungi, Rabu (7/1)

Namun begitu, ia yakin kenaikan harga di bulan Februari tidak lebih besar dibandingkan kenaikan harga di bulan Januari. Umumnya, kata dia, kenaikan harga di bulan Januari lebih terasa karena pemerintah banyak melakukan penyesuaian harga di awal tahun.

Alhasil, dampak kenaikan harga di tingkat konsumen lebih terasa.Eko mengatakan faktor alam memang menjadi salah satu penyebab dominan melonjaknya harga-harga. Tak bisa dimungkiri, faktor alam berpengaruh pada proses produksi dan distribusi barang.

Oleh karena itu, pemerintah bisa mulai mengantisipasi dengan menyediakan stok pangan. Diakuinya, bukan hal mudah lantaran sejauh ini stok pangan yang bisa disiapkan secara rapih baru mencakup komoditas beras.

Agar masalah ini tak terjadi sepanjang tahun, pemerintah bisa memulai dengan membuat pemetaan produksi komoditas pangan sehingga produksi lebih bisa tertata dengan baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement