Rabu 07 Jan 2015 00:03 WIB

ICW: Indikasi Mark Up Harga BBM Oleh Pemerintah Mencapai Rp 2,4 Triliun

Rep: C82/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Tahun 2015 Premium Tidak Bersubsidi: Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium di SPBU, Jakarta, Jumat (19/12).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Tahun 2015 Premium Tidak Bersubsidi: Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium di SPBU, Jakarta, Jumat (19/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan indikasi penetapan harga BBM dan LPG 12 kg untuk bulan Januari 2015 lebih mahal dari harga seharusnya. Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas mengatakan, hal tersebut mengacu pada metode perhitungan yang ada serta realisasi harga pasar untuk BBM dan LPG.

"Apakah ini karena kesengajaan atau ketidakhati-hatian dalam perhitungan," kata Firdaus di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Selasa (6/1). Firdaus mengatakan, indikasi pemahalan atau mark up yang ditemukan ICW sebesar Rp 2,479 triliun bisa menjadi celah penyimpangan dan korupsi yang dimanfaatkan pihak tertentu.

"Kalau kita mau memetakan siapa yang memiliki rantai distribusi LPG, pengusaha SPBU, pengusaha LPG sebagian besar adalah orang-orang yang memilik relasi politik, dekat dengan kekuasaan. Apakah selisih kelebihan ini akan jadi ajang pembagian margin," ujarnya.

ICW pun ikut mengkritik rencana penggantian atau subsidi biaya transportasi BBM jenis premium untuk luar pulau jawa dan bali sebesar 2 persen. Firdaus mengatakan, padahal di dalam mekanisme perhitungan harga BBM bersubsidi yaitu alpa sudah terkandung komponen biaya distribusi.

 

Artinya, lanjut Firdaus, akan ada penambahan biaya yang tidak jelas dasar hukum dan mekanisme perhitungannya.

"Dan ini bisa berpotensi menjadi celah rent seeking dalam rantai distribusi. Para penguasa-penguasa dalam distribusi mulai dari Aceh sampai Papua," ujarnya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement