Selasa 06 Jan 2015 18:36 WIB

Harga BBM Gunakan Sistem Pasar, Pemerintah Langgar Konstitusi

Rep: C82/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Tahun 2015 Premium Tidak Bersubsidi: Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium di SPBU, Jakarta, Jumat (19/12).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Tahun 2015 Premium Tidak Bersubsidi: Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium di SPBU, Jakarta, Jumat (19/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas menyatakan peningkatan harga dengan melepaskan ke mekanisme harga pasar melanggar konstitusi, Khususnya terutama Pasal 33 UUD 1945.

Firdaus mengatakan, menurut ICW, pelepasan harga BBM terutama premium dan LPG 12 kg pada harga pasar berpotensi melanggar konstitusi. Selain itu, lanjutnya, pelepasan harga kepada mekanisme harga pasar juga berpotensi meniadakan proses pengawasan dan pertanggungjawaban terhadap sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak.

"BBM sebagai sektor yang menguasai hajat orang banyak. Penetapan itu bukan hanya menetapkan harga kemudian dilepas, tapi juga harga yang tidak sama dengan pasar," kata Firdaus.

Ia mengatakan, kondisi ini akan bertentangan dengan semangat perbaikan dan reformasi pengelolaan migas yang disampaikan oleh pemerintah Jokowi-JK.

"Buruknya sistem dari hulu dan hilir, banyaknya praktik makelar. Bukannya mempersempit tapi malah memperluas rent seeking. Bukannya menghilangkan mafia-mafia migas tapi malah memunculkan mafia-mafia baru, dengan tambahan biaya distribusi misalnya," jelasnya.

Selain itu yang lebih parah adalah sistem disparitas yang digunakan pemerintah untuk menentukan harga akan memunculkan oknum. Oknum tersebut memanfaatkan disparitas untuk mencari celah korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement