Kamis 01 Jan 2015 21:06 WIB

Tarif Angkutan Umum Sulit Turun, Kenapa?

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Hazliansyah
 Menteri Perhubungan Ignatius Jonan (dua dari kiri) memberikan keterangan pers terkait penyesuaian tarif angkutan umum di Gedung Kemenhub, Jakarta Pusat, Selasa (18/11).  (Antara/Dolly Rosana)
Menteri Perhubungan Ignatius Jonan (dua dari kiri) memberikan keterangan pers terkait penyesuaian tarif angkutan umum di Gedung Kemenhub, Jakarta Pusat, Selasa (18/11). (Antara/Dolly Rosana)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penurunan harga BBM jenis premium dan solar ternyata tidak berdampak pada penurunan tarif angkutan umum. Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan tarif angkutan yang ditetapkan organda bukan semata-mata dihitung dari harga BBM.

Menurut dia, tari angkutan umum berkaitan dengan biaya suku cadang. Hal ini juga turut dipengaruhi oleh inflasi dan nilai tukar rupiah. Selain itu, juga faktor upah minimum. Menurut dia, penurunan harga BBM ini tidak signifikan sehingga organda tidak bisa menurunkan tarif angkutan.

“Belum lagi nanti kalau BBM naik lagi harganya, kalau sekarang BBM turun kita turunkan tarif, nanti BBM naik kita repot,” ujar Shafruhan, saat dihubungi, Kamis (1/1).

Pemerintah per Kamis (1/1) memutuskan harga premium turun menjadi Rp 7.600 dari sebelumnya Rp 8.500 dan harga solar Rp 7.250 dari sebelumnya Rp 7.500. 

Menurutnya, selama ini pemerintah memang belum begitu berpihak terhadap transportasi umum. Padahal, tarif angkurtan umum termasuk angkutan barang (logistic) sangat mempengaruhi harga komoditas seperti beras. 

Jika harga angkutan barang mahal otomatis akan mempengaruhi harga komoditas di masyarakat. Dia menyebutkan kenaikan harga komoditas sekitar 25-30 persennya dipengaruhi oleh transportasi.

Menurut dia, pemerintah semestnya memberikan subsidi kepada transportasi umum. Pemerintah bisa mendata kebutuhan BBM bagi transportasi barang dan orang. Di setiap kota, pemerintah bisa mendata jumlah armada yang ada. 

Dari sini, pemerintah bisa menghitung kebutuhan BBM bersubsidi baik yang menggunakan premium maupun solar. Dengan begini, anggaran untuk subsidi bisa lebih dihemat lagi dan bisa tepat sasaran.

Pemerintah juga bisa membuat SPBU khusus angkutan umum sehingga monitor subsidi bisa lebih mudah. Hanya kendaraan dengan plat kuning yang bisa mengisi tersebut. 

Menurutnya, jika cara ini dilakukan, masyarakat tidak perlu khawatir jika ada kenaikan harga BBM akan berdampak pada kenaikan tarif angkutan karena harga BBM untuk transportasi umum bisa diintervensi oleh pemerintah. 

Jika hanya transportasi umum yang mendapatkan subsidi, ia yakin anggaran pemerintah untuk subsisi energy bahkan bisa kurang dari Rp 17 triliun. Dalam RAPBNP 2015, pemerintah mengusulkan Rp 17 triliun untuk subsidi. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement