REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pemerintah pusat secara resmi mencabut subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan menyerahkannya pada mekanisme pasar. Meski harga premium kini turun dari Rp 8.500 menjadi Rp 7.600 per liter, namun Provinsi Bali memberlakukan harga berbeda yakni Rp 7.950 per liter, dan termasuk yang termahal di Indonesia.
Marketing Branch PT Pertamina Regional Bali dan Nusa Tenggara, Iwan Yudha Wibawa mengatakan dalam aturan keekonomian, harga terbentuk berdasarkan akumulasi dari harga dasar, margin usaha, pajak pertambahan nilai (PPN), dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB).
"PBBKB itu kewenangan pemerintah daerah yang kisarannya di Indonesia sekitar 5-10 persen. Nah, Bali mengambil kisaran maksimal 10 persen," ujar Iwan dihubungi Republika, Kamis (1/1).
Dengan demikian, Bali termasuk daerah yang memasarkan premium termahal di Indonesia. Iwan menambahkan, harga yang berbeda ini wajar terjadi di Jawa, Bali, dan Madura karena ketiga wilayah ini pada dasarnya sudah mengikuti mekanisme pasar sejak dulu. Untuk luar Jawa, pemerintah menjamin harga premium berlaku Rp 7.600 per liter.
Iwan optimis tak ada komplain dari konsumen sejauh ini. Apalagi harga BBM jenis premium turun mengikuti tren harga minyak dunia yang kini berada di level 59 dolar AS per barel.
Masyarakat rata-rata menyambut positif harga premium Rp 7.600 per liter. Ni Luh misalnya, warga Bali yang aktif mengendarai sepeda motor ini mengaku senang harga BBM turun. "Turunnya lumayan ya? Semoga subsidinya bisa dialihkan ke sektor lain yang lebih membutuhkan," katanya.
Meski demikian, ada juga yang was-was apabila harga minyak dunia kembali meningkat seperti semula, di atas 100 dolar AS per liter. Jika ini terjadi, maka harga premium bisa di atas Rp 10 ribu per liter.
Tomy Perdana Mahassy, warga Bogor mengatakan sudah jelas di Undang-Undang Dasar 1945 menyiratkan bahwa pemerintah harus melindungi kepentingan rakyat tanpa memandang kasta, si kaya dan si miskin.
"Naik atau turunnya BBM tidak masalah, namun efek domino (dengan sistem mekanisme pasar saat ini) akan memperkeruh keutuhan berbangsa. Tidak lama lagi subsidi listrik juga akan dicabut, apalagi yang mau dicabut?" ujar Tomy.
Tomy menambahkan, dirinya tak mempermasalahkan pemerintah mencabut subsidi-subsidi untuk rakyatnya. Asalkan, pemerintah turut serta aktif mengamankan pasar, juga mengendalikan harga kebutuhan pokok yang ikut terimbas karena pencabutan subsidi.