Selasa 30 Dec 2014 15:53 WIB
Harga BBM

Subsidi Tetap BBM Membuat APBN Aman, Asal...

Rep: c01/ Red: Mansyur Faqih
 Abdul Mukti (56) menata botol-botol yang berisi BBM jenis Premium (bensin) di kios bensin kejujuran di Jalan Raya Veteran, Kota Kediri, Jawa Timur, Selasa (18/11).  (Antara/Rudi Mulya)
Abdul Mukti (56) menata botol-botol yang berisi BBM jenis Premium (bensin) di kios bensin kejujuran di Jalan Raya Veteran, Kota Kediri, Jawa Timur, Selasa (18/11). (Antara/Rudi Mulya)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam waktu dekat, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengumumkan kebijakan baru terkait bahan bakar minyak (BBM). Ekonom Indef, Eko Listianto menilai wacana subsidi itu harus diiringi dengan pengendalian inflasi.

"Memang kalau dengan subsidi tetap, itu dia (APBN) lebih aman, lah," jelas Eko pada ROL, Selasa (30/12).

Menurut Eko, wacana subsidi tetap untuk BBM akan membuat APBN menjadi lebih aman. Artinya, fluktuasi terhadap harga minyak tidak akan terlalu berdampak terhadap APBN. Karena subsidi tetap membuat tidak perlu lagi adanya penyesuaian terhadap APBN itu sendiri terkait BBM.

Sebelumnya, pemerintah mengalami persoalan utama dalam fiskal. Lantaran ketidaksesuaian dana subsidi yang ditetapkan dalam APBN dengan harga minyak yang cenderung meninggi dan selalu lolos dari asumsi makro. 

Ketika pemerintah sudah menyediakan anggaran dengan memperkirakan harga minyak yang tinggi, tapi harga minyak lebih tinggi dari perkiraan. Pada akhirnya, pemerintah harus menombok demi menyubsidi BBM. 

Dengan subsidi tetap, kata dia, akan membuat harga jual BBM juga tidak tetap. Jika nanti harga minyak dunia naik, maka harga penjualan BBM juga akan turut naik. 

Sehingga akan berdampak pada terjadinya inflasi. Ini disebut akan menjadi tantangan bagi pemerintah jika wacana subsidi tetap jadi diterapkan. 

Jika ingin menerapkan sistem subsidi tetap terhadap BBM, kata dia, pemerintah harus siap dengan antisipasinya. Pemerintah juga harus yakin bisa mengendalikan inflasi yang mungkin akan terjadi. 

Eko menilai pengendalian inflasi ini tidak hanya menjadi tugas Bank Indonesia (BI).

"Kalau hanya tugas BI, nanti instrumennya akan kurang. Karena kan dia dari sisi moneter, sementara kebijakan-kebijakan yang memicu inflasi kan akan muncul dari sisi fiskal," terang Eko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement