Jumat 26 Dec 2014 16:41 WIB

Jadi BUMN, SKK Migas Dianggap Malah Langgengkan Asing

Rep: c85/ Red: Mansyur Faqih
SKK Migas
Foto: Migas
SKK Migas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana mengubah SKK Migas yang berfungsi sebagai regulator kegiatan usaha hulu migas menjadi BUMN ditanggapi beragam. Pengamat energi Marwan Batubara beranggapan, pembentukan SKK Migas menjadi satu BUMN yang terpisah dari Pertamina justru akan memperburuk hubungan keduanya. 

"Belum lagi ditakutkan malah makin memantapkan posisi SKK Migas untuk terus perpanjang kontrak asing. Justru yang namanya BP Migas, SKK Migas, bukannya mengutamakan mendukung BUMN Pertamina. Tapi justru yang ada selama ini kan mereka berada di garis depan utuk perpanjang kontrak asing," jelasnya kepada Republika, Jumat (26/12).

Bila memang SKK Migas menjadi BUMN, kata dia, alangkah lebih baik bila fungsi kerjanya disatukan dengan Pertamina. Yaitu fungsi SKK Migas menjadi salah satu direktorat di dalam tubuh Pertamina.

Konsep yang diajukan Marwan serupa dengan pembagian kerja Pertamina di era sebelum BP Migas terbentuk pada awal 2000-an. 

"Lantas apa yang salah bisa sama seperti dulu? Dulu itu yang salah subjeknya bukan sistemnya. Yang salah adalah orang-orang di pemerintahan saat itu. Tentang sistemnya, justru bila bersatu akan lebih kuat. Ambil contoh Saudi Aramco, BUMN migas terbesar di bumi. Fungsi regulasi juga sama. Juga Petronas malaysia, di Vietnam dan Thailand juga begitu," lanjutnya.

Marwan mengatakan, pembentukan BP Migas dan SKK Migas telah menyalahi konstitusi. Mengingat pembubaran BP Migas, yang nantinya akan lahir SKK Migas, oleh Mahkamah Konsititusi yang menyatakn adanya pelanggaran 17 pasal dalam konstitusi UU No 8/1971. 

"Saya hanya berpikir, nantinya persaingan antara SKK Migas dan Pertamina malah akan semakin menjadi bila SKK Migas berdiri sebagi BUMN sendiri," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement