REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH—Kepala Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri menyatakan perang terhadap penjahat di sektor paling ‘basah’ ini akan terus bergemuruh. Ia yang ditanya tentang dampak buruk mafia di dunia Migas dalam sebuah diskusi di Univesitas Syah Kuala (Unsyah) Banda Aceh, Aceh ini mengaku tertantang atas tugas yang diberikan presiden.
“Kita kan banyak dirugikan oleh mafia Migas,” ujar dia Jumat (19/12).
Menurut dia, salah satu kerugian nyata yang sudah merusak dunia Migas Indonesia selama ini adalah ketiadaan kilang minyak. Dia berujar, akibat perbuatan dan intrik yang dilakukan oleh mafia Migas, selama 20 tahun terakhir ini tak ada satu pun kilang minyak berfungsi dimiliki Indonesia.
Dampaknya, Indonesia akan terus mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Celakanya, biaya impor itu rutin menelan uang negara 13 miliar dolar AS setiap tahunnya.
Uang tersebut, belum termasuk untuk membeli minyak mentah lainnya yang bisa menelan biaya lebih banyak lagi. Padahal, kata dia, uang tersebut dapat berguna untuk membangun satu kilang untuk menampung minyak Indonesia berkapasitas 300 ribu barrel.
“Mafia itu punya tangan-tangan yang bisa membuat hal-hal seperti ini. Untung buat mereka, tapi rugi di kita, ini yang harus kita berantas,” ujar dia.
Meski demikian, Faisal menekankan bahwa konotasi pemberantasan di sini bukan mengutamakan penangkapan pelaku mafia. Melainkan, lebih pada membentengi sektor Migas Indonesia agar tidak dirusak oleh mafia-mafia tersebut.
“Kalau penangkapan, itu pekerjaan sampingan lah. Tugas kita yang penting aman dulu Migas dari rongrongan mafia-mafia ini, salah satunya dengan membuat sistem yang lebih terawasi. Ini komitmen kami di tim ini,” kata dia.