Jumat 19 Dec 2014 19:04 WIB

Plus Minus Bila Pemerintah Cabut Subsidi BBM Jenis Premium

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: Israr Itah
Direktur Institute for Developement of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati (kanan).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Direktur Institute for Developement of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah akan membuat kebijakan baru terkait BBM bersubsidi pada Januari 2015. Ada beberapa opsi yang dipertimbangkan. Salah satunya menghapus subsidi BBM jenis premium. 

Pengamat ekonomi dari Institute Developmet for Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan rencana pemerintah tersebut memiliki dua dampak bertolak belakang, positif dan negatif. 

Positifnya, kata Enny, karena harga minyak mentah dunia saat ini sedang anjlok di bawah 60 dolar AS per barel. Dengan memperhitungkan harga minyak dan nilai kurs saat ini, harga keekonomian BBM bersubsidi untuk jenis premium berpeluang lebih murah dari yang dijual ke masyarakat sebesar Rp 8.500/liter. 

"Dengan tren menurunnya harga minyak, pemerintah bisa dikatakan memang sudah tidak memberikan subsidi untuk BBM bersubsidi seperti premium," kata Enny kepada ROL, Jumat (19/12). 

Berdasarkan perhitungannya bersama beberapa pengamat lainnya, pemerintah hanya mengeluarkan subsidi sebesar Rp 300-400 per liter dengan harga minyak mentah dunia yang berada pada level 70 dolar AS per barel. 

Bila subsisdi dicabut, dia berharap pemerintah dapat memperhitungkan dengan tepat masa tren penurunan harga minyak dunia. Sebab, bila harga kembali meningkat, masyarakat akan semakin sengsara karena daya beli akan tergerus seiring mahalnya harga BBM. 

"Ini dampak negatifnya," cetusnya. 

Enny menyadari bahwa pemerintah saat ini ingin memiliki stabilitas anggaran dengan menghapus subsidi BBM untuk premium ataupun dengan menerapkan subsidi tetap sebagai opsi lainnya. Namun ia menyarankan agar kebijakan-kebijakan tersebut dapat dibarengi dengan menggalakkan program konversi BBM ke gas. Tujuannya agar masyarakat tidak bergantung dengan salah satu jenis energi. 

"Dan yang terpenting, pemerintah harus menjalankan amanah konstitusi bahwa kebijakan energi harus memperhatikan kepentingan masyarakat, terutama daya beli," tegasnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement