Jumat 12 Dec 2014 17:34 WIB

Ekspor tak Meningkat Buat Rupiah Loyo

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ekspor (ilustrasi)
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Ekspor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Volatilitas yang terlalu tinggi bisa menimbulkan ketidakpercayaan investor. Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani menhatakan pelemahan nilai rupiah saat ini sudah cukup tajam. Kurs tengah Bank Indonesia pada Jumat (12/12) menyentuh Rp 12.432 per dolar AS. Hari sebelumnya rupiah berada di 12.336 per dolar.

Aviliani mengatakan disamping factor membaiknya perekonomian Amerika, belum meningkatnya kinerja ekspor dan masih tingginya impor membuat rupiah terus melemah. Dia mengatakan BI harus melakukan intervensi jika rupiah sudah berada di level tertentu yang mengarah pada indikator krisis.

“Kecenderungannya kita memang tidak bisa meningkatkan ekspor, impor yang sudah terjadi juga tidak mungkin bisa dikurangi,” kata Aviliani, saat dihubungi, Jumat (12/12).

Aviliani menyatakan di dalam negeri, tetap ada dana masuk di pasar modal. Namun, dolar juga banyak keluar untuk keperluan impor, wisata, pembayaran utang, mengingat saat ini sudah memasuki periode akhir tahun.

Di akhir tahun , permintaan dolar biasanya lebih tinggi. Ia memperkirakan fluktuasi nilai tukar masih akan terjadi hingga semester pertama tahun depan dengan depresiasi hingga Rp 12.700 per dolar. 

Nilai rupiah baru akan stabil hingga bank sentral Amerika memberikan pernyataan moneter mengenai kebijakan suku bunga. Saat ini, bank sentral Amerika atau The Fed masih dalam posisi suku bunga rendah yakni 0,25 persen. Rumor yang beredar, The Fed akan menaikkan suku bunga pada semester pertama tahun depan.

Menurut dia, penurunan nilai tukar rupiah yang dibarengi dengan penurunan harga minyak dunia membuat APBN Indonesia masih dalam posisi yang aman. Namun, dari sisi pengusaha, hal ini bisa jadi akan menimbulkan kerugian lantaran banyak pengusaha yang memiliki utang luar negeri (ULN).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement