REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil optimistis laju inflasi akan reda pada Januari 2015 dengan besaran di bawah satu persen, mengingat dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tak lagi terlalu dirasakan masyarakat.
"Inflasi (November) ternyata malah di bawah perkiraan kami. Dengan ini, inflasi hanya terjadi 1-2 bulan. Setelah itu akan normal lagi," kata Sofyan di Kantor Kemenko Perekonomian, di Jakarta, Senin (1/12).
Laju inflasi pada November 2014 yang sebesar 1,5 persen, menurut Sofyan, di bawah perkiraan pemerintah karena prediksi pemerintah, penaikan harga BBM dapat mendorong inflasi hingga 2 persen.
Sofyan menilai, upaya pemerintah memperbaiki distribusi stok pangan beberapa waktu lalu cukup berhasil mengurangi dampak kenaikan harga BBM terhadap laju inflasi.
Namun, Sofyan mengakui, inflasi pada Desember diperkirakan masih akan tinggi, dipicu meningkatnya konsumsi masyarakat pada musim liburan akhir tahun. "Mungkin masih ada potensi peningkatan, tapi tidak akan lama. Januari sudah adjusement lagi," kata dia.
Sofyan juga mengaku yakin tren deflasi pada Maret, atau awal tahun akan kembali terjadi di 2015. "Kita lihat saja, Maret akan deflasi," ujarnya.
BPS mencatat laju inflasi pada November 2014 sebesar 1,5 persen atau lebih tinggi dari November tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan, inflasi tahun kalender telah mencapai 5,75 persen dan inflasi secara tahunan sebesar 6,23 persen.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, saat pengumuman kenaikan harga BBM bersubsidi beberapa waktu lalu, memperkirakan inflasi dapat melebihi target di APBN-P menjadi sebesar 7,3 persen karena kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 2000.
Sementara itu, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, pemerintah telah menyesuaikan harga premium dan solar bersubsidi pada waktu yang tepat, sehingga laju inflasi masih dapat dikendalikan.
Dia menekankan, dengan penyesuaian harga pada pertengahan November, dampak terhadap inflasi bisa ditanggung November dan Desember. Hal itu ditambah dari tren dan pengalaman sebelumnya bahwa November merupakan bulan di mana terjadi inflasi rendah.
Untuk Desember, Sasmito mengatakan, inflasi masih bisa terkendali asalkan pemerintah mengendalikan harga bahan kebutuhan pokok yang mulai merangkak naik dalam dua bulan terakhir, seperti cabai merah dan beras.
"Mudah-mudahan tidak di atas dua persen. Tapi masak pemerintah tidak melakukan sesuatu, karena saya kira cabai harus dikendalikan. Ini kan sudah dua bulan berturut-turut harga cabai naik. Kalau itu bisa dikendalikan akan mengurangi tekanan," ujarnya.
Selain itu, pemerintah harus mewaspadai harga tarif angkutan dalam kota maupun antarkota yang terdampak langsung dari kenaikan harga BBM bersubsidi, meskipun diperkirakan komoditas itu sudah tidak signifikan dalam menyumbang inflasi Desember.
"Kendalikan tarif angkutan, karena itu yang paling pokok. Namun, tarif angkutan sudah naik di November. Jadi kalaupun naik tidak akan setajam sebelumnya karena sebagian sudah naik di November," kata Sasmito.