Jumat 28 Nov 2014 17:36 WIB

Pengamat: Pemerintah tak Perlu Turunkan Harga BBM

Rep: Aldian Wahyu Ramadhan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pengguna kendaraan bermotor mengantre untuk mengisi BBM bersubsidi di SPBU Ring Road Medan, Sumut, Senin (17/11) malam.  (Antara/Septianda Perdana)
Pengguna kendaraan bermotor mengantre untuk mengisi BBM bersubsidi di SPBU Ring Road Medan, Sumut, Senin (17/11) malam. (Antara/Septianda Perdana)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dinilai tidak perlu menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi saat ini. Akan tetapi, subsidi dialihkan ke sektor yang produktif.

Ekonom UI Muslimin Anwar berpendapat, harga minyak dunia terus menurun seiring jumlah pasokan minyak yang meningkat di tengah permintaan minyak yang menurun. Ke depan, produksi minyak dunia akan terus meningkat lebih cepat dibandingkan peningkatan jumlah permintaannya.Sehingga berpotensi menahan kenaikan harga minyak atau relatif stabil di kisaran harga yang sekarang atau sedikit lebih rendah lagi.

Muslimin berpandangan, perkiraan tersebut didasari oleh empat faktor. Pertama, harga minyak dunia yang akan tetap berada di kisaran bawah pada 2015 dipengarungi oleh ekspektasi penurunan harga yang tercermin dari semakin berkurangnya posisi bersih long managed money. Kedua, penurunan harga minyak akan terus didorong oleh pertumbuhan permintaan minyak yang diprakirakan tetap tumbuh namun lambat ditopang oleh permintaan dari negara utama dunia seperti China. 

Ketiga, lanjut dia, potensi tetap rendahnya harga minyak dunia didukung oleh perkiraan pasokan yang terus meningkat baik dari negara-negara yang tergabung dalam OPEC seperti Libya maupun negara-negara non-OPEC seperti Amerika Serikat (AS). Peningkatan produksi Libya dipicu oleh beberapa terminal minyak utamanya seperti terminal Es-Sider dan Ras Lanuf yang kembali dibuka setelah adanya kesepakatan antara pemerintah dengan para pemberontak. 

Menurut dia, meningkatnya produksi minyak negara Libya ini telah mendorong turunnya harga minyak Brent. Keempat, sikap negara produsen minyak besar seperti Saudi Arabia yang berani mengambil risiko menurunkan harga jual minyaknya untuk  mempertahankan pangsa pasarnya dan sekaligus strategi dagang untuk menekan AS yang ongkos produksi minyaknya relatif masih tinggi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement