REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Ekonomi Singapura diperkirakan melambat menjadi tumbuh 3,0 persen pada tahun ini karena kemerosotan global memukul prospek perdagangan penting negara kota itu, kata pemerintah Selasa (25/11).
Produk domestik bruto (PDB) meningkat 3,3 persen tahun-ke-tahun dalam sembilan bulan sampai September, tetapi kemungkinan berkurang pada kuartal terakhir "sejalan dengan proyeksi perlambatan ekonomi global," kata Departemen Perdagangan dan Industri (MTI) dalam sebuah pernyataan.
Tahun lalu, PDB Singapura tumbuh sebesar 4,1 persen. Perkiraan resmi untuk 2014 sedikit lebih rendah dari angka konsensus 3,3 persen yang diberikan oleh para ekonom dalam survei September oleh Otoritas Moneter Singapura.
Ekonomi kecil dan terbuka Singapura membuatnya lebih rentan terhadap perkembangan eksternal dibandingkan dengan negara tetangga Asia yang lebih besar, yang memiliki pasar domestik besar untuk meredamnya ketika permintaan global untuk ekspor mereka lemah, para analis mengatakan.
Di dalam negeri, pelemahan dalam konstruksi sektor swasta karena pendinginan kebijakan di pasar properti akan mempengaruhi pertumbuhan, tetapi bisnis jasa-jasa diperkirakan bertahan, kata kementerian itu.
"Mengambil faktor-faktor ini menjadi pertimbangan, MTI memperkirakan ekonomi Singapura akan tumbuh sekitar 3,0 persen untuk seluruh tahun 2014," katanya.
PDB Singapura tahun depan diperkirakan akan datang pada 2,0-4,0 persen, kecuali ada "penurunan risiko" untuk ekonomi global, kata kementerian itu.
Kementerian mengutip kekhawatiran bahwa zona euro "akan jatuh ke dalam spiral deflasi mengingat pertumbuhan yang lemah dan inflasi yang terus-menerus rendah", sementara risiko Tiongkok perlambatan yang lebih curam dari perkiraan jika pasar real estat terkoreksi tajam.
Di Amerika Serikat, masih belum jelas kapan dan apa langkah Federal Reserve akan menaikkan suku bunganya.
"Sebuah pengetatan tak terduga kondisi moneter secara signifikan akan menekan pasar keuangan AS dan sentimen bisnis," katanya, situasi yang akan mempengaruhi pasar global.
Ketegangan geopolitik yang melibatkan Rusia dan Ukraina serta produsen-produsen minyak utama di Timur Tengah dan Afrika Utara, serta wabah global virus Ebola, adalah risiko-risiko penurunan lainnya, kata MTI.
"Intinya adalah bahwa pertumbuhan ekonomi Singapura kemungkinan akan tetap biasa-biasa saja -- sekitar 3,0 persen -- selama pemulihan permintaan eksternal masih membosankan dan tidak merata," kata Song Seng Wun, seorang ekonom regional bank Malaysia CIMB.