REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Usulan penghapusan pajak bagi Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) dinilai menarik. Namun perlu ditelaah karena bisa jadi jika benar-benar dikabulkan, akan menjadi tidak bijak.
Sebab, ada koperasi yang memang sudah besar dan masuk kategori mampu, baik dalam pendapatan usahanya maupun dalam kemampuannya membayar pajak. “Tidak perlu dihapus, tapi tarifnya saja yang dibuat berbeda, disesuaikan dengan kondisi koperasi,” kata ekonom dari Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika kepada ROL pada Senin (24/11).
Tarif pajak, kata dia, harusnya dibuat berbeda. Bagi koperasi kecil pajaknya tidak bisa disamaratakan dengan koperasi besar begitupun berlaku bagi UMKM.
Berdasarkan pengamatannya, selama ini dalam penarikan pajak, Indonesia tidak menganut sistem koorporasi tapi lebih bersifat perorangan. Semakin besar pendapatan orang, semakin besar pula lah pajak yang harus ia bayarkan. Hal tersebut dirasa cukup berkeadilan, namun tetap penarikan pajak bagi lembaga perlu dibenahi.
Penyesuaian pembayaran pajak menyesuaikan dengan kondisi koperasi atau UKM penting, kata dia, guna merangsang pertumbuhan koperasi agar berkembang. “Sebab selama ini perkembangan koperasi masih jauh dari ideal,” tuturnya.
Mengawal penarikan pajak yang berkeadilan, pemerintah pun harus jeli dan hati-hati dalam memfasilitasi koperasi yang beredar di Indonesia. Pasalnya, di antara koperasi yang benar-benar koperasi, banyak pula pihak yang menyebut dirinya koperasi, padahal sebenarnya bukan, bahkan telah melakukan praktik penyimpangan.
Misalnya, mereka yang mengaku memiliki banyak anggota, padahal tidak pernah melakukan rapat anggota, atau anggotanya Cuma diambil namanya dari karyawan suatu perusahaan. Penyimpangan jyga bisa terjadi jika lembaga yang mengatasnamakan koperasi itu tidak menjalankan asas koperasi dan malah menyejahterakan dirinya sendiri.