Selasa 18 Nov 2014 00:21 WIB

BBM Naik, INDEF: Upaya Pemerintah Belum Optimal

Rep: C16/ Red: Erdy Nasrul
 Presiden Joko Widodo didampingi Wapres Jusuf Kalla mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (17/11) malam. (Republika/ Yasin Habibi)
Presiden Joko Widodo didampingi Wapres Jusuf Kalla mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (17/11) malam. (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listyanto menyatakan keputusan menaikkan bahan bakar minyak (BBM) sebagai pilihan akhir pemerintah untuk menyelamatkan anggaran menunjukkan tidak optimalnya  usaha pengefisienan pemerintah dalam menggunakan sumber daya energi alternatif.

Menurut Eko, jika BBM tetap dinaikkan maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 harus benar-benar dialokasikan ke sektor pertanian dan pembangunan infrastruktur.

Selain itu, ia menambahkan harus ada komitmen dari pemerintah untuk mengurangi dan memotong anggaran belanja birokrasi. Karena, menurut dia, selama ini anggaran belanja birokrasi selalu menunjukkan tren naik.

Maka dari itu, tambah dia, pemerintah harus melakukan penghematan supaya anggaran birokrasi tidak gemuk. "Anggaran belanja birokrasi selama ini justru lebih tinggi dari jumlah subsidi BBM" kata Eko Listyanto kepa Republika, Senin (17/11).

Eko mengimbau seluruh pihak agar dapat mengawal alokasi dana subsidi pasca kenaikan BBM agar dapat mengurangi dampak-dampak yang mungkin terjadi seperti pada 2005.

Menurut Eko, kenaikan BBM sangat memungkinkan terjadinyan  peningkatan angka kemiskinan di tanah air. Karena kenaikan BBM akan menggerus daya beli masyarakat dan tidak dibarengi dengan peningkatan pendapatan. Apalagi, banyak masyarakat Indonesia yang sangat dekat dengan garis kemiskinan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement