REPUBLIKA.CO.ID, KUTA -- Perusahaan plat merah PT Pengembangan Pariwisata Bali (Persero) atau Bali Tourism Development Corporation (BTDC) menunda kembali rencana penerbitan obligasi senilai Rp 200 miliar tahun ini.
Setelah mengalami serangkaian penundaan, Direktur Utama BTDC, Ida Bagus Wirajaya menyatakan perusahaan tak mungkin merilis obligasi tahun ini karena kebutuhan dana perusahaan tidak terlalu mendesak.
"Target kami semester pertama tahun depan. Saat ini, kami masih punya cadangan modal untuk menjembatani berbagai rencana bisnis perusahaan," kata Wirajaya dijumpai Republika di Kuta akhir pekan lalu.
Obligasi BTDC pertama kalinya direncanakan pada akhir 2013. Rencana tersebut kemudian diundur ke Oktober 2014, kemudian diundur kembali menjadi tahun depan.
Menurut Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) diawal, tingkat bunga utang yang ditanggung perseroan maksimal 8-9 persen untuk surat utang bertenor lima tahun. BTDC sebelumnya menunjuk Danareksa Sekuritas sebagai penjamin emisi (underwriter).
Pada 2013, BTDC menunda merilis obligasi karena kondisi bunga atau imbas hasil akhir tahun lalu terbilang tinggi, sehingga di luar proyeksi RKAP.
Wirajaya menambahkan, perusahaan juga masih mempunyai cara lain untuk mendapatkan pinjaman di luar surat utang, seperti dari perbankan dan asosiasi.
Selain itu, Wirajaya menyampaikan BTDC akan segera berubah nama menjadi Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC). ITDC ke depannya akan menjadi holding BUMN Pariwisata bergabung dengan PT Hotel Indonesia Natour (HIN) atau Inna Group.
BTDC saat ini mengelola kawasan seluas 350 hektare di Nusa Dua, Bali, sedangkan Inna Group mengelola 14 hotel di seluruh Indonesia dengan nilai aset di atas satu triliun rupiah.
Pembentukan BUMN Pariwisata ini sudah direncanakan oleh Kementerian BUMN sejak 2012 lalu untuk mengurangi sekaligus memperbesar perusahaan BUMN yang mempunyai lini kerja yang sama. Dengan menjadi holding, ITDC nantinya bisa berekspansi lebih luas ke luar Bali.