REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, menyatakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari kapal kargo saat ini hanya Rp 8 ribu per gross ton. Ia pun menganggap nilai ini terlampau kecil.
Bahkan, dirinya sempat membandingkannya dengan harga rokoknya yang lebih mahal. Untuk itu dia berencana menaikkan nilai PNBP kapal kargo jauh dari angka saat ini.
"Kita mesti menaikkan ini. Mungkin yang tadinya 8 ribu dinaikkan menjadi 200-300 ribu. Kan wajar. Masa kapal 100 ton cuma bayar 8 ribu kali 100, jadinya 800 ribu? Yang bener aja, itu selama setahun bukan sehari," ujar Susi di Jakarta, Jumat (7/11).
Selain itu dia juga berencana untuk membebaskan nelayan kecil dari segala bentuk pungutan. "Sementra kita tahu nelayan kecil dari pelabuhan kecil yang mendapatkan 5-10 grosston mereka dipungut segala macam pungutan pemda, karena mereka dibawah kekuasaan pemda," lanjutnya berapi-api.
Hal ini disebabkan apabila nelayan kecil melaut diatas zona empat mil, maka mereka akan ditangkap lagi karena mereka hanya boleh beroperasi dari 0-4 mil.
"Akhirnya tadi saya janji sama Pak Menko, selama ini PNBP dari KKP cuma 300 miliar. Saya akan tingkatkan mengambil dari kapal yang besar tapi rewardnya saya minta semua kapal dibawah 10 grosston dibebaskan dari semua pungutan dan retribusi," jelas Susi.
Susi akan meminta ke gubernur dan bupati agar pendapatan dari pungutan nelayan didapat dari alokasi DAK atau ditukar dengan program-program untuk merivitalisasi atau menambah produktifitas dari sda kelautan atau juga budidaya ikan.
Dalam ajang silaturahim dengan awak media ini, Susi memaparkan rencana kerjanya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Beberapa gebrakannya antara lain moratorium izin kapal, larangan transhipment di tengah laut, penyempurnaan izin perizinan usaha perikanan tangkap (11 dokumen dari 3 kementerian), dan perizinan ke pelayanan terpadu satu pintu. Selain itu modernisasi sistem data dan informasi perikanan, aturan untuk melacak dan mengontrol VMS (vessel monitoring system), pembentukan Bakamla (Badan Keamanan Laut), dan juga pembentukan tim kelompok kerja lintas kementerian dan lembaga yang didampingi oleh KPK, BPKP, dan ICW.