REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Perbankan Masyhud Ali mengatakan, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tidak akan secara signifikan memengaruhi dunia perbankan. Dampak kenaikan BBM akan paling dirasakan golongan menengah ke bawah, sementara nasabah bank rata-rata memiliki rekening di atas Rp2 milyar.
"Tidak akan terlalu banyak pengaruhnya untuk perbankan, sebab dengan pertimbangan, pemilik rekening di atas 2 miliyar rupiah di bank itu sekitar 70 sampai 80 persen," kata Masyhud saat dihubungi ROL, Jumat (7/11).
Sedangkan, lanjut Masyhud, rekening di bank yang dimiliki kelas menengah ke bawah hanya sekitar 20-30 persen. "Kelas ini seperti karyawan dengan gaji pas-pasan atau statusnya lebih rendah dari itu. Tapi kan untuk kelas ini dapat kompensasi dari pemerintah," lanjutnya.
Sehingga kondisi ini tidak akan memberi ancaman berarti bagi dunia perbankan. "Seperti ancaman nasabah telat bayar kredit atau yang lainnya itu kecil kemungkinannya," ujar dia.
Justru dengan program pemerintah baru-baru ini yang mendorong akses perbankan pada masyarakat luas, itu menjadi permulaan bagus bagi perbankan. "Semakin tinggi kemampuan bank menampung masyarakat justru bagus untuk perbankan," katanya.
Sama halnya menyoal dunia usaha atau penyaluran kredit dari bank untuk pengusaha kecil dan menengah, menurut dia, tidak akan menghadapi hambatan signifikan. Selain itu, kemungkinan naiknya BI rate juga kecil.
"NPL akan naik kalau ada kesulitan dari dunia usaha. Yang harus menjadi perhatian hanya proses menekannya secara umum. NPL di bank juga tidak akan tinggi, rata-rata di bawah 5 atau 3 persen," katanya.