REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- PT Federal International Finance (FIFGroup) menyatakan tak masalah dengan rencana pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Malah, perusahaan pembiayaan itu melihat rencana itu sebagai peluang perusahaan untuk meningkatkan laba.
"Kalau BBM itu naik, maka akan jadi positif buat kita," ujar CEO FIFGroup, Suhartono di Batam, Selasa (4/11).
Memang, katanya, pada satu-dua bulan pertama, kenaikan harga BBM akan ditanggapi negatif. Namun, hal itu lebih bersifat sementara. Ia malah optimistis tanggapan pasar domestik dan internasional akan positif setelah tiga bulan usai pengumuman.
Alasannya, kata dia, secara makro ekonomi harga BBM bersubsidi memang harus naik. Karena, jika tidak dinaikkan maka anggaran negara akan terus defisit. "Kalau tidak naik, risikonya malah lebih besar dari naik. Tapi kalau naik, risiko positif jangka panjangnya itu akan luar biasa," papar dia.
Pertimbangan lainnya, jelas dia, kenaikan harga BBM akan memicu efek lain, misalnya kenaikan upah minimum regional (UMR). Hal ini justru dianggap menjadi tren positif untuk perusahaan pembiayaan.
Karena, kata dia, naiknya UMR maka akan ikut mendorong konsumsi masyarakat. "Berapa persen naiknya, saya tidak tahu. Tapi dengan kenaikan UMR, itu membuat bisnis financing seperti kami akan positif. Buyer kami kan domestik, kelasnya di situ," ungkap dia.
Dengan adanya rencana pemerintah untuk menaikan harga BBM, FIFGroup malah meningkatkan target perusahaan. "Tahun ini target kita pastikan naik. Tahun ini diperkirakan kita dapat Rp 26-27 triliun. Pada 2015 kita naikkan jadi Rp 30 triliun," tuturnya.