REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Pertanian di bawah kepemimpinan Amran Sulaiman diminta untuk bisa menghalau skema monopoli yang berkuasa di ramah industri perkebunan Indonesia. WALHI secara khusus meminta Kementan untuk memperketat perizinan untuk perusahaan perkebunan dalam diskusi bersama ICW, Ahad (2/11).
"Hukumnya adalah ketika monopoli terus terjadi di sektor penguasaan sumberdaya alam, maka akan terus terjadi yang disebut problem pemerasan tanah, konflik agraria. Pasti juga akan terjadi kekerasan, intimadisi, dan kriminalisasi," jelas Kurniawan selaku Koordinator Kampanye WALHI.
Kurniawan menambahkan, adanya Peraturan Menteri Pertanian no 98 tahun 2013 tentang pengurusan izin usaha perkebunan justru dianggap melemahkan posisi pengusaha kecil. "Yang di mana dalam permen tan ini jadi regulasi yang sangat permisif terhadap penguasa skala besar dan korporasi skala besar," lanjut Kurniawan.
Hal yang mendesak yang harus dilakukan Menteri Pertanian, menurut Kurniawan, adalah bagaimana meningkatkan produksi lokal. "Kalau masih ada monopolisasi maka akan jadi penghalang, tradisi masyarakat kita, masyarakat yang multi kultur dipaksa jadi monokultur," lanjut Kurniawan.
Kurniawan mencontohkan, untuk sawit, di satu provinsi sebuah korporasi besar bisa mendapat maksimal 100 ribu hektar untuk satu grup perusahaan di satu provinsi. "Kecuali Papua yang bisa mendapat 200 ribu hektar. Dan itu semua hanya kebijakan soal pengurusan izin terhadap korporasi skala besar," jelas Kurniawan.
WALHI sekali lagi mempertanyakan keberanian Kementan baru. "Mampukah kementan berani melawan? Kalau tidak, kita bisa bayangkan kementan akan mengekor saja dalam kabinet bersatu." tutur dia. Langkah strategis yang bisa dilakukan dalam waktu dekat, pertama soal proteksi terhadap hak hak masyarakat dan petani yang kemudian diarahkan untuk peningkatan produksi pertanian.