REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT PLN (Persero) masih menunggu revisi perjanjian jual beli tenaga listrik (PPA) sebelum terjun langsung ke dalam masalah pembebasan lahan PLTU Batang.
Direktur Perencanaan dan Pembinaan Afiliasi PT PLN (Persero) Murtaqi Syamsuddin mengatakan, pembebasan lahan PLTU Batang masih menunggu perpanjangan waktu PPA untuk financial closing. ''Diperpanjang setahun lagi,'' kata dia, Kamis (30/10) siang.
Menurut dia, proses pembebasan lahan harus diatur dalam amandemen PPA. Pasalnya, ada beberapa hal yang perlu disepakati. Alasannya, pembebasan lahan dalam PPA menjadi tanggung jawab perusahaan swasta.
Sebelumnya, kata Murtaqi, Menteri Koordinator bidang Perekonomian meminta perusahaan listrik itu untuk terjun langsung ke proses pembebasan lahan PLTU Batang. Namun, harus meminta pandangan hukum Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).
Dia mengungkapkan, Jamdatun menilai hal tersebut bisa dilakukan, akan tetapi, PPA harus diamandemen. Alhasil, tanggung jawab dari pengembang akan beralih ke PLN atau ke pemerintah. ''Nah, ini yang lagi disusun,'' ujar dia.
Murtaqi menguraikan, kendala dalam masalah PLTU Batang. Pertama, apabila PLN ikut masuk, maka tidak akan ada pergeseran alokasi risiko. Namun, masih ada beberapa hal yang perlu disepakati.
Dia mengatakan, lahan perlu dibebaskan sekitar 15 persen. Sisanya itu sepertinya yang akan dibebaskan oleh PLN. PLN akan mengikuti UU No 2 Tahun 2012.
Murtaqi menerangkan, persoalan pertama, harus ada amandemen PPA bahwa PLN ikut terjun langsung. Hal tersebut harus disepakati oleh PLN dan Bimasena Power Indonesia (BPI).
Kedua, lanjut dia, bagaimana mekanisme PLN ikut terjun langsung dan pelaksanaannya. Hal tersebut harus dikonsultasikan dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN). ''Karena step-stepnya kan harus sesuai dengan urutan UU. Ini baru kasus pertama PLN step in pembebasan lahan untuk proyek swasta.