Rabu 22 Oct 2014 17:44 WIB

2015, Sektor Telekomunikasi dan Konsumer Jadi Andalan Ekonomi

Rep: Satya Festiani/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
 Pekerja memperbaiki menara pemancar telekomunikasi di Jakarta, Selasa (12/8).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pekerja memperbaiki menara pemancar telekomunikasi di Jakarta, Selasa (12/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bahana Securities memprediksikan sektor telekomunikasi dan konsumen staples akan menjadi andalan untuk tahun depan. Sektor tersebut dianggap tahan terhadap perlambatan ekonomi Indonesia dan global.

Head of Research Bahana Securities Harry Su mengatakan, indeks pada tahun depan diprediksikan mencapai 5900, sedangkan untuk tahun ini indeks akan ditutup pada 5300. Namun, keadaan tersebut bergantung pada 100 hari Pemerintahan Jokowi. 

Untuk tahun depan, beberapa sektor akan mengalami performa yang baik, dipimpin oleh sektor telekomunikasi dan konsumen staples. sektor konsumen staples akan terbantu dengan penurunan harga minyak. Harga minyak mentah Indonesia (ICP) turun ke 95 dolar AS per barel. "Kalau harga minyak turun, harga komoditas ikut turun. Kimia ikut turun sehingga membantu packaging dan membantu margin," ujar Harry dalam konferensi pers, Rabu (22/10).

Sektor konsumen staples juga dianggap tahan terhadap rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Dari hasil penelitian Bahana Securities, sektor konsumen staples, seperti Unilever dan Indofood, termasuk sektor yang mengalami performa yang baik dalam rentang waktu tiga bulan sebelum kenaikan BBM.

Sektor telekomunikasi juga dianggap tahan terhadap rencana kenaikan BBM. Bahana juga memprediksikan sektor tersebut akan mengalami performa yang baik tahun depan. Performa yang baik disebabkan kompetisi yang tak seketat tahun sebelumnya. "Beberapa operator Telco di CDMA akan merger dengan operator GSM sehingga pesaing di telco jauh lebih sedikit dibanding sebelumnya. Masa depan ada di GSM," ujarnya.

Perusahaan telekomunikasi, yakni Telkomsel, XL, dan Indosat, diprediksikan akan memegang kendali pasar. Harry mengatakan, karena kompetisi tak seketat sebelumnya, perang harga pun tidak akan terjadi lagi, seperti terlihat dari beberapa perusahaan Telekomunikasi yang telah menaikan tarif pada tahun ini.

Sementara itu, sektor yang diperkirakan underweight pada tahun depan adalah sektor otomotif dan batu bara. Sektor otomotif akan mengalami penjualan yang flat pada tahun depan disebabkan kenaikan harga BBM. Kenaikan BBM akan mempengaruhi penjualan sehingga berdampak pada perolehan margin. "Belum saatnya investasi di sektor otomotif," ujarnya.

Sektor Consumer-discretionary juga diprediksikan akan melemah. Pelemahan seiring pertumbuhan PDB yang diprediksikan melemah. Bahana memprediksikan pertumbuhan PDB hanya sebesar 4,9 persen tahun depan.

Perusahaan retail, yang termasuk dalam consumer-discretionary, juga akan terkena dampak kenaikan BBM. "Kalau ada kenaikan harga BBM, ada kenaikan upah minimum," ujarnya. Pada perusahaan retail, gaji pegawai memiliki porsi sebesar 30-40 persen dari biaya operasional. "Jadi kalau ada kenaikan harga, marjin akan turun," ujarnya.

Sektor-sektor yang dianggap mengalami performa netral pada tahun depan adalah bank dan semen. Deputy Head of Research Teguh Hartanto mengatakan, kondisi bank cukup sehat dibandingkan 2008. Komposisi kredit yang diberikan pun cukup merata dan terdiversifikasi secara sektor ekonomi. Teguh mengatakan, kredit yang dikhawatirkan adalah kredit ke sektor batu bara, tetapi porsinya masih kecil, yakni 3 persen dari total kredit. 

Kendati sektor perbankan diprediksikan mengalami performa netral, Bahana merekomendasikan untuk berinvestasi pada 4 bank besar yang memiliki LDR rendah dan CASA tinggi. "Mereka lebih bisa memetakan portfolio kredit ke depannya," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement