REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Digantinya Direktur Utama Perusahaan Umum (Perum) Perhutani membuat fokus pembenahan Perhutani meluas tak hanya struktural tapi juga kultural. Dengan tim manajemen baru, Perhutani bersiap membangun kultur korporat.
Usai serah lepas jabatan, Dirut Perhutani baru Mustoha Iskandar mengatakan sudah saatnya BUMN seperti Perhutani melakukan migrasi kultural dari kultur birokrat ke kultur korporat. Jika sebuah korporasi masih memberlakukan kultur bikrokat, maka geraknya kaku untuk cepat mengambil keputusan dan banyak kehilangan momen.
''Terlebih saat ini Perhutani memiliki lima anak perusahaan PT Inhut I hingga V sehingga harus bisa bergerak lebih lincah. Semua perubahan harus berubah dan bermuara pada share value. Tanpa itu, perubahan struktur saja tidak cukup,'' tutur Mustoha, Selasa (21/10).
Migrasi kultur dari birokrat ke korporat ini pun tidak lepas dari tujuan meningkatkan daya saing sehingga Perhutani memberi banyak manfaat untuk mitranya. Bahkan dalam sambutannya Mustaha sempat menyebut perubahan ini jangan hanya fokus pada efektifitas dan efisiensi perusahaan secara ekonomi, tapi juga perbaikan spiritualitas.
Ia juga menekankan kejujuran dan kerja tanpa upaya ambil untung pribadi kepada seluruh jajaran Perhutani. Disinggung mengenai target penawaran saham perdana ke publik (IPO) Mustaha mengatakan bagi Perhutani IPO tidak bisa dilakukan karena tidak cocok dengan syarat IPO yang mengharuskan berupa PT terbuka.
Opsi IPO masih terbuka bagi lima anak perusahaan Perhutani, PT Inhutani I hingga V. ''Tentu masih dimungkinkan untuk IPO, tapi masih butuh waktu karena kondisi yang ada. Biar bagaimanapun, bisnis perhutanan adalah bisnis jangka panjang,'' kata Mustoha.
Mantan Dirut Perhutani Bambang Sukmananto berharap semua unsur di Perhutani bisa mendukung pemimpin baru perusahaan. Siapapun yang memimpin sistem harus bekerja baik terlebih masih banyak yang belum selesai, terutama holding anak perusahaan.
Ia juga berharap Perhutani bisa menopang ketahanan pangan dan energi. Salah satu upaya yang ditempuh adalah bekerja sama dengan Gubernur Jawa Tengah dan Rektor UGM guna membuka akses lebih besar kepada masyarakat untuk memproduksi pangan.