Senin 20 Oct 2014 03:05 WIB

Bersama TNI, Pertamina Kurangi Konsumsi BBM Bersubsidi

Plt. Dirut Pertamina Muhamad Husen dan Irjen TNI Letjen Syafril Mahyudin mengoperasikan SPBT Vi-Gas di Mabes TNI, Selasa (14/10).
Plt. Dirut Pertamina Muhamad Husen dan Irjen TNI Letjen Syafril Mahyudin mengoperasikan SPBT Vi-Gas di Mabes TNI, Selasa (14/10).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika

Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi semakin besar dari waktu ke waktu. Jika pada 2013, PT Pertamina (Persero) menyalurkan alokasi BBM bersubsidi jenis premium, solar, dan minyak tanah mencapai 46,25 juta kiloliter maka tahun ini diprediksi akan melebihi target di angka 46 juta kiloliter.

Tentu saja Pertamina tidak tinggal diam menyikapi hal itu. Kalau pemerintah berencana menaikkan harga BBM bersubsidi demi menekan tingkat konsumen, Pertamina memilih untuk menyediakan bahan bakar gas (BBG). Selain pertimbangan aspek ekonomis, di mana harga gas lebih murah ketimbang BBM, juga lantaran kesediaan cadangan gas di Indonesia masih melimpah.

Untuk itu, perusahaan plat merah yang berdiri pada 10 Desember 1957 tersebut membuat kebijakan konkret dengan menggandeng institusi pemerintah demi mengurangi penggunaan BBM bersubsidi. Langkah yang ditempuh Pertamina adalah mulai mengoperasikan stasiun pengisian bahan bakar TNI (SPBT) Vi-Gas di Detasemen Markas (Denmas) Mabes TNI Cilangkap pada Selasa (14/10).

 

Sebagai bentuk keseriusan kedua institusi dalam program konversi BBM bersubsidi, peresmian SPBT Vi-Gas dihadiri Plt. Direktur Utama (Dirut) Pertamina Muhamad Husen dan Irjen TNI Letjen Syafril Mahyudin mewakili Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Acara tidak hanya berlangsung secara seremonial, melainkan juga ditandai dengan pengisian Vi-Gas ke kendaraan dinas pejabat Mabes TNI yang sudah dipasang alat konversi (converter kit) dari premium ke gas.

Plt. Direktur Utama (Dirut) Pertamina Muhamad Husen mengapresiasi keseriusan Mabes TNI yang mendukung program konversi BBM bersubsidi untuk beralih menggunakan BBG. Spesifikasi SPBT Vi-Gas di Mabes TNI memiliki luas lahan 1.200 meter persegi dengan kapasitas tangki timbun enam matric ton, dengan satu buah dispenser.

Karena itu, pihaknya juga mempersiapkan infrastruktur sebagai sumber pasokan agar penggunaan BBG dapat terus berkelanjutan. Hanya saja, aku Husen, kewenangan pemasangan alat konversi berada di tangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Selain mendukung program pemerintah dalam mengurangi beban subsidi, kata dia, penggunaan BBG juga terbukti menekan ongkos serta mengurangi polusi lingkungan.

"Saya baru pertama ke Mabes TNI, banyak pepohonan. Semoga kehadiran SPBT Vi-Gas ini dapat mendukung Program Langit Biru dalam upaya mengurangi konsumsi BBM demi menjaga lingkungan tetap asri," ujar Husen.

Pria yang merangkap sebagai direktur hulu Pertamina tersebut menjelaskan, LGV (Liquefied Gas for Vehicle) yang dikenal dengan merek Vi-Gas adalah bahan bakar alternatif yang dikembangkan perusahaanya. Vi-Gas adalah BBG yang formulasinya terdiri campuran Propane (C3) dan Butane (C4) dengan spesifikasi yang telah disesuaikan untuk keperluan mesin kendaraan bermotor.

Dengan RON 98, Vi-Gas memiliki berbagai keunggulan jika dibandingkan dengan BBM, yaitu ramah lingkungan, pembakaran lebih sempurna, bebas sulfur dan timbal, memperpanjang siklus penggantian pelumas, memperpanjang umur mesin, suara mesin halus, serta bebas knocking.

Vi-Gas juga memiliki keunggulan lain, seperti efisien dalam hal biaya pembangunan dan pengoperasian stasiun pengisian, serta converter kit sehingga dengan berbagai keunggulan tersebut LGV menjadi pilihan banyak konsumen otomotif dunia.

Dia melanjutkan, untuk mendukung pemasaran Vi-Gas, menurut dia, Pertamina telah mengoperasikan SPB Vi-Gas di 11 titik Jabodetabek dan di tiga di Bali. Tidak lama lagi, delapan stasiun pengisian akan dioperasikan juga di Jabodetabek.

Apalagi, harga Vi-Gas cukup murah sekitar Rp 8.300 per liter atau kini saat masa promosi hanya Rp 5.100 per liter. Bandingkan dengan pertamax plus yang memiliki RON 95 harganya mencapai Rp 12 ribu. "Ini RON 98 harga cuma Rp 8.300 pembakaran lebih sempurna, ini lebih murah daripada pertama," kata Husen.

 

Sementara itu, Irjen TNI Letjen Syafril Mahyudin menyampaikan, selesainya pembangunan SPBT di Mabes TNI merupakan kabar menggembirakan. Dia barharap, keberadaan stasiun BBG itu akan memperbesar efektivitas pelaksanaan tugas TNI pada masa yang akan datang serta dapat membantu meringankan beban pemerintah terkait alokasi subsidi.

 

Menurut dia, mengacu data potensi energi nasional di kementerian ESDM pada 2011, menunjukkan cadangan minyak Indonesia terbukti tinggal 3,7 miliar barel. Kondisi itu sangat bertolak belakang dengan anggapan bahwa Indonesia adalah negeri kaya akan sumber daya alam, khususnya.

"Cadangan minyak Indonesia sangat kecil dibandingkan dengan Venezuela yang memiliki cadangan minyak 296,5 miliar barrel,” kata jenderal bintang tiga tersebut.

Berangkat dari fakta itulah, TNI pada 2013, telah mengambil peran membantu mewujudkan ide cemerlang untuk membatasi konsumsi BBM bersubsidi, dengan menyiapkan 261 unit kendaraan untuk diinstalasi converter kit. Meski jumlahnya kendaraan dinas yang sudah dipasang alat konversi masih kecil daripada kendaraan dinas keseluruhan, namun komitmen untuk mewujudkan kebijakan pemerintah wajib diteruskan.

 

"Terima kasih atas dukungan dan kerjasama PT Pertamina pada pengembangan peran TNI dalam membantu mengatasi persoalan perminyakan Indonesia. TNI yakin akan memiliki peran lebih besar apabila disertai insentif bagi penyesuaian infrastruktur dan konversi peralihan BBM ke BBG, baik di jajaran TNI tingkat pusat maupun di daerah," kata Syafril.

Pengamat energi Kurtubi menilai program konversi sangat tepat untuk membatasi subsidi BBM. Percepatan konversi, kata dia, harus diiringi dengan mempercepat pembangunan infrastruktur gas. Sebab, subsidi BBM dapat segera habis dibandingkan dengan gas.

Selain itu, pemakaian gas tidak memiliki resiko kenaikan inflasi dan penurunan harga jual. "BBG tidak perlu impor, soalnya persediannya banyak dan harganya lebih murah," kata Kurtubi.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institue Pri Agung Rakhmanto mengingatkan, program konversi BBM ke BBG tidak akan bisa diterapkan 100 persen. Menurut dia, di semua negara tidak semua kendaraan bisa beralih dari mengonsumsi premium atau pertamax beralih ke gas. Karena itu, dalam jangka pendek, ia tidak yakin program konversi BBM ke BBG bisa mengurangi konsumsi BBM subsidi secara signifikan di masyarakat.

Dia mengingatkan, pemerintah belum melaksanakan program konversi BBM ke BBG secara nasional dan masih bersifat parsial. Kalau jumlah kendaraan mencakup 100 ribu terkonversi ke BBG, kata dia, baru akan memberikan dampak pengurangan subsidi yang cukup signifikan mencapai 8,7 juta kiloliter per tahun. "Program BBG ini hanya alternatif," kata Pri.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement