Rabu 08 Oct 2014 19:00 WIB

Sentimen Global dan Suhu Politik Masih Lemahkan Rupiah

Rep: Satya Festiani/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
 Warga menukarkan valas di jasa penukaran uang, Jakarta, Senin (19/5).
Foto: Republika/ Wihdan
Warga menukarkan valas di jasa penukaran uang, Jakarta, Senin (19/5).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Nilai tukar rupiah masih terus merosot ke level Rp 12.200 per dolar AS. Sentimen global masih mempengaruhi pelemahan tersebut. Di samping itu, isu domestik seperti kondisi politik juga turut menjadi sentimen negatif bagi rupiah.

Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah pada Rabu (8/10) ditransaksikan pada Rp 12.241 per dolar AS. Padahal pada hari sebelumnya, Selasa (7/10), rupiah menguat ke Rp 12.190 per dolar AS dibandingkan hari Senin (6/10) yang ditransaksikan pada Rp 12.212.

Ekonom PT Bank Central Asia, Tbk (BCA) David Sumual mengatakan, rupiah termasuk ke dalam mata uang di dunia yang melemah tajam terhadap dolar AS. "Selain didorong oleh pengaruh global, pelemahan rupiah juga didorong oleh faktor domestik," ujar David, Rabu (8/10).

Faktor domestik tersebut adalah kekhawatiran investor terhadap stabilitas politik. Ia menjelaskan bahwa investor sedikit risau terhadap kondisi politik di Indonesia.

Pelemahan nilai tukar rupiah dan mata uang negara lainnya terhadap dolar AS telah berlangsung selama dua minggu terakhir. David mengatakan, dolar AS menguat sebesar 8 persen terhadap 6 mata uang dunia.

Berdasarkan data Bloomberg, dolar menguat terhadap mayoritas mata uang. Mata uang euro melemah 0,15 persen menjadi 1,26 dolar AS per euro. Poundsterling juga melemah 0,22 persen menjadi 1,6 dolar AS per poundsterling.

Sementara itu, mata uang di kawasan juga melemah. Yen melemah 0,26 persen menjadi 108,3 yen per dolar AS. Dolar Singapura melemah 0,26 persen menjadi 1,27 dolar Singapura per dolar AS. Malaysia melemah 0,40 persen menjadi 3,2 ringgit per dolar AS. Baht melemah tipis sebesar 0,04 persen menjadi 32,6 baht per dolar AS. "Dolar memang sedang bullish," ujarnya.

David mengatakan, penguatan dolar AS dipicu oleh kondisi lapangan ketenagakerjaan AS yang semakin membaik, jumlah pengangguran yang menurun dan penjualan retail yang menguat. Selain itu, the Fed juga diyakini akan mengakhiri quantitative easing pada bulan ini.

Kendati demikian, ia tetap optimis rupiah akan menguat pada akhir tahun. Ia memprediksikan rupiah akan kembali menguat ke fundamentalnya di angka Rp 11.500 per dolar AS. Penguatan dipicu oleh terbentuknya kabinet baru. "Kebijakan awal Pemerintah baru paling tidak dapat memberikan sinyal terobosan dari sisi perbaikan iklim bisnis dan fiskal kita," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement