Rabu 08 Oct 2014 00:09 WIB

OJK: Keuangan Syariah Butuh Campur Tangan Pemerintah

Rep: Rr Laey Sulistyawati/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
 (dari kiri-kanan) Ahmad Buchori, Mulya E. Siregar, Herry Suhardiyanto, Edy Setiadi memberikan keterangan pers tentang Forum Riset keuangan Syariah di gedung Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (7/10). (Republika/ Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
(dari kiri-kanan) Ahmad Buchori, Mulya E. Siregar, Herry Suhardiyanto, Edy Setiadi memberikan keterangan pers tentang Forum Riset keuangan Syariah di gedung Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (7/10). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan pemerintah harus berkomitmen dan ikut campur tangan dalam mengembangkan keuangan syariah.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya Effendi Siregar mengatakan, pada dasarnya keuangan syariah akan tumbuh jika negara ikut campur dalam membangun. Ia menyontohkan perbankan syariah di Bahrain dan Malaysia tumbuh sedemikian besar karena ada kontribusi pemerintah.

Misalnya di Malaysia ada Malaysia Financial Iclamic Centre (MIFC) dan didalam MIFC ada ada sembilan kementerian yang mengurus bagian keuangan syariah.  “Selain itu, di Inggris ada UK Islamic Tax Force,” ujarnya di Jakarta, Selasa (7/10).

Artinya disini adalah dibutuhkan keseriusan peran pemangku pemerintah (stakeholder) bagaimana membangun keuangan syariah yang terintegrasi. Sehingga, menciptakan pangsa keuangan syariah yang besar.

Sayangnya di Indonesia, komitmen pemerintah untuk memperbesar keuangan syariah belum terbukti. Dia menceritakan, pada tahun 2008 lalu, presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan akan mengembangkan keuangan Islami. Tetapi faktanya, kata dia, belum ada tindakan nyata yang dilakukan kepala negara itu.

Kemudian beberapa tahun kemudian SBY kembali menyatakan akan memperbesar keuangan syariah. Tetapi hingga saat ini pemerintah belum melakukan langkah nyata.

“Nah, sekarang kita tinggal mengandalkan rencana (master plan) yang dibuat Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengenai pengembangan keuangan syariah Indonesia,” ujarnya.

Data OJK hingga Agustus 2014 menyebutkan jumlah bank umum syariah (BUS) sebanyak 12 bank, jumlah unit usaha syariah (UUS) 22, Badan Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sebanyak 163 bank, jaringan kantor 2.582. Total aset, pembiayaan, dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah (khusus BUS dan UUS) berturut-turut sebesar Rp 251,26 triliun, Rp 193,31 triliun, dan Rp 194,64 triliun.

Sementara untuk obligasi syariah (sukuk) korporasi sampai Mei 2014 dengan total mencapai Rp 12,29 trilin, yang terdiri dari 65 emisi sukuk, dengan outstanding Rp 6,96 triliun atau 3,17 persen market share emisi saham di bursa. Sementara untuk surat berharga syariah negara (SBSN) tercatat total outstanding Rp 179,1 triliun yang terdiri dari 45 seri SBSN atau 9,83 persen dari nilai obligasi negara lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement