REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta--Pelaku usaha logistik berharap pos Menteri Perhubungan diisi oleh figur yang tidak pro asing. Wakil Ketua Komite Tetap Penyedia dan Pelaku Logistik Kadin Indonesia Zaldi Masita, menilai implementasi Tol Laut dan Poros Maritim dapat menjadi ancaman bagi kedaulatan maritim dan industri maritim nasional.
Jika Menhub diisi sosok yang lebih mementingkan kepentingan asing dibandingkan nasional. Menurut dia, implementasi Tol Laut atau Poros Maritim harus berakar pada kekuatan nasional dan memprioritaskan industri domestik dibandingkan asing.
"Esensi dari keduanya adalah untuk mewujudkan perekonomian maritim nasional yang berdaulat bagi masyarakat," terang Zaldi dalam keterangan pers yang diterima Republika, Senin (6/10).
Dia mencontohkan, saat ini dua terminal tersibuk di Tanjung Priok dan Tanjung Perak sudah dikelola oleh asing. Bahkan konsesi bagi perusahaan asing tersebut diperpanjang oleh operator pelabuhan yang juga mengantongi konsesi, meskipun hak memperpanjang konsesi ada di tangan otoritas pelabuhan.
Bahkan, lanjutnya, Terminal Petikemas Kalibaru juga akan dikelola oleh perusahaan luar negeri. Menurutnya ini situasi yang cukup memprihatinkan. Ia berharap pemerintahan baru ke depan harus bisa menghentikan praktek liberalisasi dengan cara memperkuat peran masyarakat pengusaha nasional.
Di sisi lain, Zaldi yang juga Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) itu, menyoroti operator pelabuhan BUMN yang mengusulkan agar asas cabotage ditinjau ulang. Padahal kebijakan ini telah susah payah diperjuangkan dalam rangka mewujudkan kedaulatan negara dan ekonomi. "Ini salah satu contoh bagaimana opini dibangun untuk memperlemah kedaulatan negara demi kepentingan asing," imbuhnya.
Dia menilai pemerintah ke depan harus cermat dalam menempatkan sosok Menhub. Posisi ini harus diisi oleh sosok yang memiliki integritas yang kuat dan rekam jejak yang baik. Semua itu dalam rangka mendukung penguatan industri nasional dan memperkuat kedaulatan negara.