Rabu 24 Sep 2014 20:22 WIB

Sidang Pajak Asian Agri Menarik Perhatian Para Pejabat

Dirjen Pajak, Fuad Rahmani menjelaskan kasus penggelapan pajak Asian Agri, di Jakarata, Selasa (26/6)
Foto: Republika/Maman Sudiaman
Dirjen Pajak, Fuad Rahmani menjelaskan kasus penggelapan pajak Asian Agri, di Jakarata, Selasa (26/6)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sidang banding sengketa pajak terutang  terhadap 14 perusahaan Asian Agri Group menjadi perhatian khusus para pejabat pajak. Perkara senilai Rp 1,9 triliun itu dianggap menjadi salah satu contoh kasus pajak yang diproses dengan baik.

Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany bahkan menyempatkan hadir di ruang sidang Pengadilan Pajak, Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan. Turut hadir Wakil Deputi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Mas Achmad Santosa, Anggota Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus serta Inspektur Jenderal Kemenkeu Sonny Loho.

"Semua aparat hukum mendukung langkah kami. Hari ini, dalam sidang hadir juga dari UKP4, dari KY juga hadir, dari Ditjen Pajak hadir, dari kemenkeu Irjen juga hadir. Ini menunjukkan keseriusan pemerintah terhadap kasus pajak seperti ini," kata Fuad, Rabu (24/9).

Dalam lanjutan sidang kali ini, hal yang disidangkan adalah keberatan dari dua anak usaha Asian Agri, yakni PT Saudara Sejati Luhur, dan PT Inti Indosawit Subur. Dua perusahaan itu, seperti sikap perusahaan induknya, menolak dikenakan tagihan pajak penghasilan badan dan PPh pasal 25 untuk periode 2002-2005 yang dikeluarkan Ditjen Pajak.

Fuad yakin, pihaknya bakal sukses menagih kekurangan pajak sebesar Rp 1,29 triliun. Jumlah tersebut berupa kekurangan pajak ketika kasus Suwir Laut terungkap di Mahmakah Agung, telah menghindarkan pajak buat Grup Asian Agri. Ditambah sanksi administratif Rp 700 miliar. Maka, tagihan total otoritas pajak mencapai Rp 1,9 triliun.

Asian Agri Group sendiri menurut rilis Kejaksaan Agung, sebenarnya sudah melunasi denda Rp 2,5 triliun per 17 September 2014 lalu. Denda tersebut wajib dibayarkan oleh AAG berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA) pada 18 Desember 2012.

“Tapi (sidang) ini lain lagi, ini adalah penagihan terhadap pajak terutang, mereka kurang bayar yang kena lagi denda administratif-nya. Tagihan kita melalui proses administrasi ini Rp 1,9 triliun. Ini di luar Rp 2,5 triliun dan tetap harus kita tagih,” ujar Fuad.

Jaja Ahmad  menjelaskan, kehadirannya untuk melakukan pengawasan terhadap semua pengadilan termasuk pengadilan pajak. Pengawasan terhadap pengadilan pajak itu menurutnya sesuai dengan MoU kemenkeu dengan KY tahun 2010.

“Jadi kita punya kompetensi untuk melakukan pengawasan pengadilan pajak. Tadi kami pantau bagaimana pengadilan pajak berjalan apakah sudah sesuai dengan etik apa gak sebagai seorang hakim,” ucapnya.

Sementara Mas Achmad Santosa menuturkan, dirinya berkepentingan hadir karena pihaknya terkait dengan pelaksanaan Inpres  Nomor 1 Tahun 2011, yaitu soal percepatan penanganan kasus-kasus hukum dan mafia perpajakan.

“Asian Agri taat hukum dan percaya bahwa Pengadilan Pajak akan memberikan putusan yang seadil-adilnya sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Ini  demi kelangsungan hidup dan kesejahteraan 25 ribu karyawan dan 29 ribu keluarga petani plasma yang bernaung pada perusahaan,” ujar General Manager Asian Agri Group Freddy Widjaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement