REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Politik, Ichsanuddin Noorsy, berharap pemerintahan baru Jokowi-JK bisa memberantas mafia yang sudah bercokol lama di tanah air. Alasannya mafia ini telah meresahkan dan merugikan masyarakat.
Baik itu, menurut dia, mafia migas, gula, serta produk impor lainnya. Namun salah satu cara paling tepat memberantasnya adalah dengan menutup keran impor yang selama ini terbuka lebar.
"Pertanyaannya, berani tidak Jokowi menutup impor?," ujar dia kepada Republika, Rabu (24/9). Selain ketegasan pemerintah, lanjutnya, aparat hukum juga harus ikut andil dalam mengatasi permafiaan ini.
Akan tetapi, jika hukum di Indonesia masih bisa dibeli sama uang, maka jangan harap bisa memberantas mafia. Salah satu contoh kasus, lanjut Noorsy, masalah ilegal tapping minyak Pertamina di Sumsel. Apakah itu, tindak kriminal murni atau ada campur tangan mafia. Sampai saat ini, kasus tersebut tak pernah bisa selesai.
Begitu pula dengan impor gula. Pemerintah mengaku, impor gula hanya sedikit. Tapi, pada kenyataannya gula rafinasi sudah membanjiri pasar Indonesia. Termasuk pasar tradisional."Kondisi ini, yang nantinya harus dikaji lagi oleh pemerintahan Jokowi-JK," ujarnya.
Martiono Hadianto, Ketua Umum Indonesian Mining Assocciation (IMA), membenarkan di sektor pertambangan juga ada mafianya. Akan tetapi, mafia pertambangan tak sepopuler mafia migas.
"Mafia ini, ada di semua sektor," ujarnya.
Karena itu, pihaknya berharap pada pemerintahan baru nanti ada ketegasan. Baik itu, ketegasan birokrasi maupun hukum. Selain itu, pemerintah baru juga harus bisa meminimalisasi perizinan pertambangan yang cukup panjang.
Saking sulitnya untuk menempuh perizinan itu, lanjutnya, sebagian besar usaha tambang di tanah air belum mengantongi izin. Dari 10 ribu titik tambang, yang baru mengantongi izin resmi sekitar 4 Ribu. "Kebijakan kedepan soal tambang harus disederhanakan lagi," ujarnya.