Jumat 19 Sep 2014 00:03 WIB

Mitsubishi Bangun Pabrik, Pengamat: Tak Masalah Asal...

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
 Petugas gabungan dari Kepolisian dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta melakukan razia kendaraan umum di Jembatan Layang Klender, Jakarta Timur, Selasa (12/11). (Republika/Yasin Habibi)
Petugas gabungan dari Kepolisian dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta melakukan razia kendaraan umum di Jembatan Layang Klender, Jakarta Timur, Selasa (12/11). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat transportasi mendukung rencana Mitsubishi Motors Corp (MMC) membangun pabrik keduanya di Indonesia. Pasalnya, kepemilikan mobil di negara ini jauh lebih rendah ketimbang negara lain.

Adapun persoalan kemacetan, yang harus dibenahi yaitu transportasi publiknya. Ahli transportasi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, mengatakan,  tidak apa-apa perusahaan Jepang itu membuat mobil baru di Indonesia.

Karena, mobil baru yang mereka produksi belum tentu jadi penyumbang utama kemacetan di Jakarta. "Kalau di pakainya bersamaan, misalkan secara serentak 100 ribu unit, ya pasti macet. Tapi, yang MMC produksi, belum tentu dipakai semua secara bersamaan," ujarnya, kepada ROL, Kamis (18/9). 

Menurutnya yang membuat macet itu, karena masyarakat di Jabodetabek secara bersamaan memakai kendaraan pribadinya. Coba kalau transportasi publik di Jakarta ini bagus, maka mereka juga akan memakai kendaraan umum ke kantor atau ke sekolah.

Selain itu, penyebab kemacetan ini karena harga bahan bakar minyak (BBM) terlalu murah. Serta, tarif parkir juga yang masih murah. Di luar negeri, seperti Singapura atau Malaysia, lanjutnya, BBMM-nya saja mahal.

Terus, tarif parkirnya saja 50 kali dari tarif angkutan umumnya. Maka, warga di negara itu malas menggunakan kendaraan pribadinya. Mereka, lebih memilih memakai angkutan umum.

"Coba pemerintah kita tegas, subsidi BBM dikurangi. Tarif parkir dimahalkan. Orang pasti akan memilih naik angkutan umum," ujarnya.

Meskipun, di rumahnya mereka memiliki kendaraan pribadi. Tetapi, jika BBM dan tarif parkirnya mahal, kendaraannya itu akan ditinggalkan. Apalagi, didukung dengan transportasi publiknya sangat bagus seperti di Singapura dan Malaysia. Pasti, warga Jabodetabek akan memilih menggunakan angkutan umum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement