REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) berusaha agar inflasi mencapai target. Bank sentral mematok inflasi 2015-2017 sebesar 3 hingga 5 persen. Salah satu caranya yakni dengan mengembangkan klaster yang fokus pada komoditas pangan.
Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo mengatakan, inflasi pangan strategis atau volatile food perlu dijaga. Inflasi pangan strategis dalam tiga tahun terakhir tercatat tinggi. "Bahkan kalau ada kenaikan BBM, inflasi pangan strategis bisa double digit," ujar Agus dalam acara Penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kemenkumham dan BI tentang peningkatan kemandirian narapidana dan klien kemasyarakatan, Kamis (18/9).
Untuk meningkatkan pasokan pangan strategis, BI telah mengembangkan klaster di 40 Kantor Perwakilan. Mulai tahun ini, klaster difokuskan pada komoditas pangan yang dapat mendukung pengendalian inflasi, yaitu padi, cabai merah, daging sapi, bawang merah dan bawang putih. Klaster itu disebut klaster ketahanan pangan.
BI juga kerja sama dengan Kemenkumham untuk memberdayakan narapidana. Sehingga bisa memanfaatkan lahan Lembaga Pemasyarakatan dalam pengembangan komoditi ketahanan pangan. Kerja sama tersebut telah dilakukan oleh Kantor Perwakilan BI Kalimantan Barat dan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pontianak.
Dari pelatihan tersebut, para narapidana telah mampu membuat demplot budidaya bawang merah yang merupakan salah satu komoditi penyumbang inflasi di Kalimantan Barat. Mereka juga telah dapat memproduksi tikar dari kayu dan telah menembus pasar ekspor.
Agus mengatakan, kerja sama tersebut jika dilihat secara makro adalah upaya membangun bangsa. Dilihat secara mikro, kerja sama tersebut untuk menyiapkan bekal bagi narapidana agar bisa hidup mandiri dan meningkatkan hubungan dengan masyarakat.
Direktur Jenderal Lembaga Pemasyarakatan Kemenkumham Handoyo Sudrajat mengatakan peran serta masyarakat dalam membina narapidana sangat penting. "Kerja sama sangat membantu dalam penanganan narapidana dan klien pemasyarakatan," ujarnya.