REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dan DPR mendorong pemisahan unit usaha syariah (UUS) dari induk konvensional. Setidaknya komitmen tersebut tertuang dalam RUU Perasuransian yang sebentar lagi akan masuk dalam Sidang Paripurna.
Dalam ruang lingkup usaha disebutkan bahwa usaha syariah dan reasuransi syariah dalam bentuk unit pada konvensional didorong dilaksanakan dengan emiten terpisah. Hanya saja RUU Perasuransian tak memberikan batas waktu seperti halnya perbankan syariah.
Kewajiban pemisahan atau spin-off dilakukan apabila dana investasi peserta mencapai 50 persen dari total dana investasi yang ada. "Masa berlaku sejak diperundangkan usaha ini," ujar Sekretaris Panja RUU Tentang Perasuransian, Fauzi Achmad, Senin (15/9).
Selain itu RUU ini juga mengatur mengenai pemegang saham pengendali dalam satu perusahaan asuransi jiwa, asuransi umum, asuransi syariah dan reasuransi syariah. Perusahaan diberikan batas waktu tiga tahun untuk menyesuaikan dengan peraturan ini. Namun kepemilikan saham oleh negara dikecualikan dalam peraturan ini.
Selanjutnya pada pembahasan tata kelola usaha, diatur bahwa setiap perusahan asuransi syariah dan reasuransi syariah mewajibkan anggotanya menjadi pemegang usaha polis yang bersangkutan.
Kemudian dalam rangka peningkatan kapasitas, asuransi syariah dan reasuransi syariah diwajibkan mengoptimalkan kapasitas. Optimaslisasi ini dilakukan dengan menempatkan sebanyak-banyaknya petanggungan uang asuransi dan atau di dalam negeri, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
Caranya antara lain bisa dilakukan dengan membentuk perusahaan reasuransi baru, menggabungkan beberapa badan usaha, atau memberikan fasilitas untuk konsorsium.
Sementara dalam hal perlindungan, perusahaan asuransi syariah wajib menjadi anggota penjamin polis. Hal ini akan diatur dalam Undang-undnag paling lambat 3 tahun setelah peraturan ini berlaku.