REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi yang juga dosen Universitas Indonesia, Faisal Basri menyebut subsidi BBM sudah merongrong APBN. Dia menjelaskan, dalam 11 terakhir subsidi BBM bahkan lebih besar dari defisit APBN.
“Solusi subsidi BBM bak kanker ganas, sudah menekan APBN bahkan menyebar ke berbagai arah,” kata Faisal pada Ahad (7/9) di Jakarta.
Saat ini Indonesia termasuk diantara sedikit negara di dunia yang masih menerapkan subsidi minyak secara masif. Setiap tahun pemerintah mengeluarkan dana untuk subsidi BBM. Jumlah subsidi BBM yang dianggarkan dalam APBN, selain cenderung meningkat, juga cukup besar dibandingkan komponen pengeluaran APBN yang lain.
Alokasi dana untuk infrastruktur, belanja pendidikan, dan kesehatan bahkan lebih sedikit dibandingkan dengan alokasi subsidi BBM. Lebih lanjut ia memaparkan, selama ini defisit APBN ditutup oleh utang. Jika sebagian besar belanja APBN berasal dari utang, ini berarti subsidi BBM sesungguhnya berasal dari utang.
“Buat kelas menengah yang selama ini berkoar-koar menolak kenaikan harga BBM, sebenarnya mereka itu merugi. Artinya jika BBM bersubsidi naik jumlahnya, defisit APBN naik, surat utang lebih banyak dikeluarkan, dan suku bunga naik. Akibatnya cicilan semua naik. Selain itu, BBM juga menekan rupiah. Kelas menengah kan banyak mengonsumsi barang impor, akibatnya harga-harga kamera, gadget, laptop semua naik. Lah, kan malah rugi mereka,” kata Faisal.