REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Riau menyatakan kampanye negatif yang dihembuskan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terutama asing tidak berpengaruh bagi ekspor terutama dari Riau yang dikenal sebagai penghasil industri hijau.
"Suara yang dihembuskan LSM asing tidak begitu signifikan pengaruhnya melalui 'black campaign' atau lainnya karena industri hijau kita sudah sangat besar di dunia," ujar Peneliti Ekonomi Madya BI Perwakilan Provinsi Riau Muhammad Abdul Majid Ikram di Pekanbaru, Senin.
Menurunya, konsumen industri hijau seperti produk minyak sawit mentah (CPO) dan poduk kertas yang dipakai negara-negara di dunia telah melihat upaya yang Indonesia lakukan untuk menjaga linkungan hidup lestari dan sudah ada.
Kondisi yang terjadi sekarang ini secara umum bahwa Indonesia mengalami defisit ekspor perdangangan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk ekspor dari Provinsi Riau sebagai daerah penghasil industri hijau.
Data terakhir Badan Pusat Statistik Provinsi Riau menyebut, nilai ekspor berdasarkan harga "free on board" pada bulan Juni 2014 mencapai 1,44 miliar dolar AS atau mengalami penurunan sebesar 6,03 persen dibanding ekspor bulan Mei 2014 sebesar 1,54 miliar dolar AS.
Secara kumulatif nilai ekspor dari Riau pada Januari-Juni 2014 sebesar 8,45 miliar dolar AS atau turun sebesar 1,89 persen dibanding periode yang sama tahun 2013 sebesar 8,61 miliar dolar AS.
"Kita bisa lihat angka ekspor itu, negatif dan salah satunya yang negatif adalah 'pulp and paper'. Tapi itu bukan semata-mata karena kampanye negatif yang dilakukan oleh Greenpeace atau lembaga swadaya masyarakat yang lain," kata dia.
Karena itu, lanjutnya, kampanye negatif yang dilakukan oleh Greenpeace sudah ada dari dulu dan semata-mata penurunan ekspor dari Riau secara khusus disebabkan kebutuhan ekonomi di negara Tiongkok dan negara India belum tumbuh seperti yang diharapkan.
"Sehingga kondisi ini menyebabkan sepinya permintaan, termasuk dari komoditas dari industri hijau tidak sebesar yang kita perkirakan," ucap Majid.
Dana Moneter Internasional sebelumnya pada bulan Juli lalu telah memperingatkan, bahwa risiko geopolitik di Ukraina dan Timur Tengah mempersuram ekonomi global yang sudah terpukul oleh pelambatan di Amerika Serikat dan Tiongkok.
Setelah "kejutan negatif" dari Amerika Serikat dan Tiongkok, ekonomi global sekarang diperkirakan akan tumbuh hanya 3,4 persen pada tahun ini, IMF mengatakan, menurunkan estimasinya pada April sebesar 3,7 persen. Pada 2013, ekonomi dunia tumbuh 3,2 persen.