Ahad 17 Aug 2014 19:14 WIB

'Konsumen Elpiji 12 Kg tak Patut dapat Diskon'

Rep: Aldian Wahyu Ramadhan/ Red: Djibril Muhammad
usilo Bambang Yudhoyono memimpin rapat kabinet terbatas membahas soal kenaikan harga gas Elpiji 12 Kg
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
usilo Bambang Yudhoyono memimpin rapat kabinet terbatas membahas soal kenaikan harga gas Elpiji 12 Kg

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai konsumen Elpiji 12 kg termasuk golongan orang mampu. Artinya, mereka tidak patut diberikan diskon dalam membeli Liquified Petroleum Gas (LPG) 12 kg.

Ketua YLKI Sudaryatmo mengatakan, Pertamina menjual rugi demi kalangan yang tidak pantas diberikan subsidi. Alhasil, subsidi tersebut tidak tepat sasaran.

Dia berpendapat, harga Elpiji tiga kg dan 12 kg lebih baik tarifnya disamakan. Dengan begitu, ketika harga Elpiji 12 kg dinaikkan, konsumen tidak beralih ke barang subsidi.

Selain itu, kata Sudaryatmo, Elpiji tiga kg seharusnya disalurkan dalam bentuk distribusi tertutup. Artinya, hanya orang-orang tertentu yang bisa mendapatkannya. Jadi, tidak semua orang bisa membeli barang subsidi itu.

Dengan penghapusan subsidi gas tiga kg, lanjut dia, bantuan bisa diberikan kepada masyarakat tidak mampu secara langsung. Semisal, dengan memberikan bantuan langsung tunai (BLT). Jadi, salah sasaran subsidi bisa diminimalkan.

Sudaryatmo mengatakan, permintaan menunda kenaikan tarif Elpiji 12 kg oleh Kementerian Koordinator bidang Perekonomian tidak sesuai aturan dan hukum. Sebab, dalam UU BUMN dijelaskan pemerintah boleh memberikan instruksi atau penugasan kepada BUMN. Namun, apabila harga tidak layak, pemerintah mesti mengganti biaya dan margin-nya.

"Kementerian Koordinator bidang Perekonomian mau tanggung jawab dengan pelanggaran hukum itu?" Tanya dia kepada Republika, Ahad (17/8).

Sudaryatmo menganggap ketidaksepakatan atas kenaikan tarif tersebut di luar kewajaran. Alasannya, dalam susunan jabatan di Pertamina terdapat perwakilan pemerintah. Akan tetapi, ketika dalam RUPS sudah setuju menaikkan tarif, Kemenko Perekonomian malah meminta penundaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement