REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta berpikir ulang membangun Pelabuhan Cilamaya di Kapupaten Karawang, Jawa Barat. Pembangunan pelabuhan itu bisa mengganggu produksi minyak dan gas (migas) nasional.
Menurut pakar geopolitik dan ekonomi Dirgo W Purbo, ada lima sumur milik PT Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ tidak bisa diproduksi. Hal tersebut lantaran bersinggungan dengan jalur lalu lintas kapal ke pelabuhan selain beberapa anjungan produksi yang sudah ada yang juga terancam ditutup.
"Pada intinya, pelabuhan Cilamaya mengganggu akses ke lahan migas. Padahal, produksi migas harus mendapat prioritas untuk diamankan," kata Dirgo, Kamis (14/8).
Menurutnya, produksi migas harusnya menjadi skala priorotas nomor satu. Jadi, kalau ada yang menghalangi, atau ada sesuatu hal yang akan dibangun dalam konteks bisa menghambat produksi minyak.
Sementara itu, Direktut Eksekutif Indonesia Resourcess Studies (IRESS), Marwan Batubara mengatakan, pemerintah harus mencari alternatif lain agar tidak perlu menutup pembangunan sumur minyak yang tinggal dieksplorasi dan diporduksi. Untuk itu, DPR harus menyampaikan pandangan agar pembangunan pelabuhan itu tidak mengganggu produksi minyak.
Menurut Marwan, daripada menutup potensi minyak, maka lebih baik pelabuhan tersebut dipindah ke wilayah lain. "Ada alternatif lain, apakah hanya cuma di situ, kan bisa di tempat lain, digeser ke timur atau ke barat, misalnya." tegas Marwan.