REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) segera mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga atas utang sekitar Rp 2 triliun kepada sekitar 100 pihak kreditur swasta dan perorangan.
"Pengajuan ke PKPU akan disampaikan pada pekan ini. Ini bagian dari salah satu langkah penyelamatan Merpati," kata Menteri BUMN Dahlan Iskan, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (11/8).
Usai menerima Dirut Merpati Asep Ekanugraha dan mantan Dirut Merpati Rudy, Dahlan menyebutkan, lewat PKPU diharapkan Merpati dapat menguraikan rincian atau detil penyelesaian utangnya kepada 100 pihak tersebut untuk dicarikan solusinya. Merpati tambahnya, juga bisa menguraikan ragam rencana penyelamatan perusahaan yang akan ditempuh, seperti restrukturisasi utang kepada pemerintah, kuasi reorganisasi, dan termasuk opsi kerja sama operasional (KSO).
"Penyelesaian lewat PKPU ini secara bersamaan juga akan dijalankan dengan usulan penyelesaian utang kepada pihak BUMN dengan pola konversi utang menjadi saham (debt to equity swap)," ujar Dahlan.
Menurut catatan, pada 1 Februari 2014, Merpati terpaksa menutup semua rute penerbangan karena tidak memiliki kemampuan untuk menjalankan operasional. Perusahaan yang didirikan 6 September 1962 tersebut, saat ini terlilit utang yang kian membesar, meskipun restrukturisasi berupa penyuntikan dana APBN terhadap perusahaan sudah berkali-kali dilakukan.
Utang Merpati saat ini terus melonjak dan menembus Rp 7,9 triliun, dengan akumulasi rugi dalam beberapa tahun terakhir hingga sekitar Rp 7,2 triliun. "Utang kepada Pemerintah dan BUMN harus diselesaikan berbarengan dengan 100 pihak tersebut, agar tidak ada anggapan mengistimewakan satu pihak tertentu," ujar Dahlan.
Mantan Dirut PLN ini menambahkan, utang kepada Pemerintah dan BUMN diselesaikan lewat Kementerian Keuangan selaku pemegang saham Merpati. "Kalau Pemerintah (Menteri Keuangan) setuju opsi konversi utang menjadi saham, maka BUMN tinggal ikut saja," ujarnya.