REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan Amendemen Perjanjian Chiang Mai Initiative Multilateralisation (CMIM) yang berlaku efektif pada 17 Juli 2014 adalah untuk menunjukkan kesiapan regional dalam menghadapi gejolak ekonomi global. "(Amandemen CMIM) ini tidak ada maksud untuk independen, tapi untuk tunjukkan kesiapan regional," kata Gubernur BI Agus Martowardojo saat ditemui di Kompleks Perkantoran BI, Jakarta, Jumat (18/7).
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menambahkan Amendemen CMIM mengindikasikan keinginan untuk saling bekerja sama di kawasan regional ASEAN dan juga saling mendukung dalam menangkal ancaman krisis. "Tujuan utama amandemen ini adalah bagaimana memperkuat bank sentral dengan menaikkan (nilai komitmen) bahkan menggandakan," ujar Perry.
CMIM sendiri merupakan kerja sama keuangan antar-Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral di Kawasan ASEAN bersama dengan negara Cina dan Korea Selatan (ASEAN+3), serta Hong Kong Monetary Authority (HKMA). Elemen utama dalam amandemen perjanjian CMIM yakni peningkatan nilai komitmen kerjasama menjadi sebesar 240 miliar dolar AS, dari 120 miliar dolar AS.
Elemen lainnya, yakni tersedianya fasilitas CMIM Precautionary Line (Pencegahan Krisis) serta peningkatan IMF de-linked portion dari 20 persen menjadi 30 persen. Amandemen tersebut akan memperkuat jaring pengaman keuangan regional bagi anggota CMIM dalam menghadapi masalah neraca pembayaran potensial maupun aktual dan kesulitan likuiditas jangka pendek.