REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa (15/7) pagi bergerak menguat sebesar 18 poin menjadi Rp11.615 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp11.633 per dolar AS.
Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada mengatakan belum adanya kepastian bank sentral AS untuk menaikan suku bunga dalam waktu dekat yang tercermin pada notulensi Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC).
"Kondisi itu membuat pelemahan bagi dolar AS sehingga peluang rupiah menguat cukup terbuka meski cenderung terbatas," katanya di Jakarta.
Terbatasnya penguatan rupiah, menurut dia, dikarenakan sebagian pelaku pasar uang di dalam negeri cenderung masih mengambil posisi menanti hasil pemilihan umum presiden (pilpres).
"Belum adanya sentimen positif membuat pelaku pasar lebih memilih 'wait and see'. Apalagi masih adanya masalah dengan kondisi politik terkait hasil pilpres, situasi itu membuat bertambahnya risiko ketidakpastian," katanya.
Analis Monex Investindo Futures Zulfirman Basir menambahkan bahwa penguatan rupiah juga masih dibayangi sentimen kesternal seperti resiko geo-politik dunia yang terjadi di wilayah Gaza Palestina, wilayah perbatasan Ukraina, dan gejolak anti pemerintah di Irak masih menjadi sentimen negatif bagi aset-aset di pasar berisiko.
"Pasar mungkin masih berhati-hati untuk masuk ke aset berisiko," katanya.