REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaku industri perbankan mengakui 2014 merupakan tahun yang berat dari segi bisnis. Tak hanya perbankan konvensional, perbankan syariah juga sempat mengalami perlambatan khususnya di awal tahun.
Menurut Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Edy Setiadi industri perbankan syariah secara keseluruhan mengalami perlambatan pada kuartal I 2014. Alasan utamanya, menurut dia, karena pertumbuhan sektor riil mengalami perlambatan. Padahal di saat yang sama, industri perbankan syariah memiliki hubungan kuat dengan sektor riil.
Selain itu, perbankan syariah sendiri meningkatkan kehati-hatian mengantisipasi pembiayaan bermasalah (NPF). ''Intinya melambat by design,'' tutur dia kepada ROL, Selasa (8/7).
Akan tetapi, sambung Edy, memasuki April dan Mei, mulai terlihat adanya peningkatan. Meski ia akui tak sebesar tahun-tahun sebelumnya.Berdasarkan data OJK, Aset bank syariah kuartal I 2014 sempat melambat 3,3 persen menjadi Rp 239,98 triliun. Begitu juga dengan pembiayaan yang turun menjadi Rp 186 triliun atau 2,3 persen, serta dana pihak ketiga (DPK) yang ciut 1,2 persen menjadi Rp 181,82 triliun.
Beberapa pelaku industri perbankan syariah mengakui memang terjadi perlambatan pada akhir 2013 dan awal 2014. Hal ini pun mengakibatkan terjadi perebutan dana murah di pasar perbankan secara umum.
Direktur Keuangan dan Operasional PT Bank Muamalat Indonesia, Hendiarto, beberapa waktu lalu mengakui memang perbankan syariah sedikit melambat. Akan tetapi pihaknya masih mengalami pertumbuhan antara 17 hingga 20 persen, jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sayangnya, laba hanya tumbuh sebesar 10 persen yaitu sebesar Rp 270 miliar. ''Target kami laba (akhir 2014) sebesar Rp 1 triliun,'' ucap dia, pekan lalu.
Hingga Mei 2014, aset bank non bunga pertama di Indonesia itu sebesar Rp 57 triliun. Sementara pembiayaan sebesar Rp 43,3 triliun dan DPK Rp 44,8 triliun.